4.Akhir Dari Kejayaan VOC
Setelah
berhasil menjadi Gusti di Tanah Jawa dan sejumlah wilayah lain di luar Jawa,
Kumpeni tetap konsisten dengan tujuan semula yakni datang ke Hindia Timur untuk
berdagang dengan cara menegakkan monopoli perdagangan sesuai dengan ajaran
mashab ekonomi Merkantilisme. Memang pada abad 16-18 M, mashab inilah yang
populer dianut oleh kaum kapitalis negara-negara Eropa Barat.
Tetapi
pada perempat akhir abad 18 M, Ekonomi Merkantilisme dengan praktek monopolinya
mendapatkan kritikan tajam dari seorang ekonom dan filosof jenius yang amat berbakat dari Scotlandia, Inggris, Adam Smith ( 1723 -1776 M).
Karya terbesarnya di bidang ekonomi yang berisi kritik yang tajam terhadap
praktek ekomomi kapitalistik yang monopolistik ajaran mashab Merkantilisme
adalah sebuah buku yang berjudul : Inquiri into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations. Secara ringkas sering disebut The Wealth of Nations. Isinya
sebenarnya berisi ajaran bangaimana cara suatu bangsa bisa menjadi kaya,
sejahtera, makmur dan berkelimpahan.
Dia
mengecam ajaran mashab ekonomi Merkantilisme, yang mengedepankan praktek
monopoli sebagai satu-satunya cara untuk meraih laba sebesar-besarnya, dan yang memberikan peluang
campur tangan pemerintah yang terlalu besar dalam urusan produksi, distribusi
dan ekonomi masyarakat.
Dia
menggagas sistem ekonomi liberal, persaingan bebas, menghapuskan monopoli, mengurangi campur tangan
pemerintah, menguraikan hukum permintaan dan penawaran, mendorong kerjasama
antar negara dengan pembebasan tarif
masuk dan menganjurkan peningkatan keunggulan komparatip masing-masing negara
dan wilayah. Melaui mahakaryanya itu, Adam Smith menggasas nasionalisme ekonomi
dan welfare state atau negara
kesejahteraan yang sesuai dengan jamannya, yakni jaman masyarakat
industri bebasis sain dan teknologi.
Adam
Smith percaya kepada kebenaran hukum Alam,- semacam hukum kodrat alam dalam
alam gagasan kebudayaan Jawa yang dipopulerkan oleh Ki Hadjar Dewantara di lingkungan
Tamansiswa. Adam Smith
percaya bahwa setiap negera dan
wilayah mendapat anugerah alam secara sendiri-sendiri yang bersifat khas dan
unik untuk kelangsungan hidup masyarakat di wilayahnya, sehingga tiap negara
dan wilayah pastilah memiliki keunggulan komparatip sendiri-sendiri.
Dua
atau beberapa negara yang saling behubungan dan bekerjasama secara setara dan
berkompetisi secara sehat, mengembangkan keunggulan masing-masing yang bersifat
khas dan unik, justru akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran secara
bersama-sama antar negara yang saling bekerja sama. Dengan demikian yang akan
tercipta justru adalah perdamaian, keadilan ,kemakmuran dan kesejahteraan
dunia.
Sebenarnya
gagasan Adam Smith yang kelak dijadikan pegangan pemerintah Inggris dalam
mengelola tanah jajahannya, bertolak dari anggapan dasar bahwa hubungan antara
produsen dan konsumen dalam kerangka produksi sistem Kapitalis berbasis pasar bebas, merupakan hubungan yang
erat, saling membutuhkan dan tak terpisahkan. Gagasan itu hampir-hampir mirip
gagasan Manunggaling Kawula-Gusti dalam konsep kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa. Setiap Kawula
membutuhkan Gusti dan setiap Gusti membutuhkan Kawula, sehingga hubungan
keduanya harus manunggal agar tercipta suatu tata, orde atau tertib alam
semesta yang harmonis. Kemanunggalan Kawula dan Gusti akan berakibat bagi
terwujudnya keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan dan keadilan sebagai wujud
dari keseimbangan alam semesta.
Nampak
jelas bahwa gagasan Adam Smith sebenarnya bertolak dari penghargaan yang tinggi
terhadap perdamaian, mendorong kerjasama antar negara penghuni muka bumi dan menjunjung tinggi kemanusiaan.
Tetapi
memang idiom yang digunakan untuk melukiskan
persaingan bebas dan gambaran nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya sering terasa agak kasar dan seperti mengabaikan aspek moral
hingga kesan yang muncul adalah animal economic yang tengah bersaing secara
kejam, karena berpegang pada semboyan the survive is the fitnest yang berasal
dari ajaran Darwinisme.
Tetapi
bila ditelaah secara hati-hati, Smith sebenarnya bermaksud membela kepentingan
konsumen, karena dengan persaingan sempurna yang menjunjung tinggi fairness
atau kejujuran di antara para prudusen, maka pada akhirnya
kebutuhan konsumen akan terpuaskan secara
optimal.
Anggapan
bahwa Smith seakan-akan mengabaikan aspek moral, tidak benar juga. Smith
percaya, bahwa secara kodrati dan alamiah, pada dasarnya setiap manusia adalah
baik. Tetapi Smith memang mengkritik standar moral pada jaman itu yang
ditetapkan pihak gereja konservatif secara sewenang-wenang, sekaligus juga
kritikan terhadap doktrin kuno Gereja jaman itu bahwa aktivitas perdagangan
sama dengan aktivitas membungakan uang, karenanya dianggap bertentangan dengan
Alkitab. Adam Smith memang salah satu pelopor pengembangan ilmu pengetahuan
yang bersifat nonetik, dengan maksud untuk memperoleh obyektivitas dalam
pandangan keilmuan.
Memang
salah satu kelemahan sitem ekonomi liberalis bila tidak ada campur tangan
pemerintah adalah timbulnya disparitas yang tajam antara pendapatan produsen
yang terdiri dari kaum kapitalis dengan pendapatan konsumen yang kebanyakan
adalah rakyat biasa. Tetapi kelemahan ini bisa diatasi sebagaiman disarankan
oleh John Maynard Keyness(1883-1946 M), yakni Pemerintah harus proaktif
berperan sebagai Dewi Keadilan. Dengan menggunakan intrumen perpajakan, dapat
dilakukan distribusi pendapatan sehingga dapat dikurangi kesenjangan
antara kekayaan kaum kapitalis dan golongan-golongan lain dalam masyarakat.
Inti
dari gagasan liberalisme sebenarnya adalah tidak boleh ada praktek curang,
tidak adil dan tidak jujur dalam relasi antara konsumen dan produsen. Produsen
yang tidak jujur, otomatis akan ditinggalkan oleh konsumen, seperti halnya juga
gusti yang tidak jujur dan menindas kawula sangat layak untuk ditinggalkan
kawulanya.
Dalam
alam gagasan Smith, mekanisme penawaran dan permintaan dalam pasar bebas hingga
terbentuknya harga, sangat sejalan dengan hukum-hukum alam semesta, yang diatur
oleh tangan-tangan yang tidak tampak yang disebutnya The Invisible Hand. Smith
tidak berani menyebutnya sebagai tangan-tangan Tuhan, karena dapat dipastikan
bila istilah itu yang digunakan akan memperoleh reaksi keras dari pihak Gereja.
The
Invisible Hand lebih diidentikkan dengan Dewi Keadilan yang tidak tampak. Dalam
Kebudayaa Romawi Kuno, Dewi Keadilan sering disebut pula sebagai Nomus dan
dalam Kebudayaan Jawa Kuno disebut Tata dan dalam Kebudayaan Belanda disebut
Orde.
Dalam
konsep mistik, penghormatan orang-orang Romawi terhadap Nomus, sama dengan
penghormatan orang Jawa Kuno terhadap Tata. Bagi orang Romawi, menghormati
Nomus merupakan salah satu bentuk kultus atau pemujaan terhadap Dewi Keadilan
atau Justice yang dianggap sebagai sumber kesejahteraan, kemakmuran dan hidup berkelimpahan di muka bumi.
Demikian pula halnya bagi orang Jawa pada masa pra Islam. Mematuhi, menghormati
dan menjunjung tinggi Tata, sama halnya dengan kultus pemujaan terhadap Dewa
Pemelihara Alam Semesta, yakni Dewa Wisnu dalam kepercayaan Hinduisme atau
Vairochana dalam kepercayaan Budhaisme aliran Mahayana.
Hanya
bedanya di dunia Barat, ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum, norma, tata
tertib, dan orde, terus berlanjut, menjadi kesadaran kolektif
dan menjadi bagian dari kepribadian orang
Barat yang rasional dan menjadi dasar untuk mengembangkan tatanan
masyarakat yang demokratis, taat hukum, sportif, liberalistis dan humanistis.
Tetapi
di tanah air kita, ketaatan terhadap tata, norma dan tertib hukum, mendadak
lenyap dari kesadaran kolektf bangsa, terutama setelah Indonesia mencapai
kemerdekaannya. Seakan-akan euforia kemerdekaan saat itu, dimaknai pula sebagai
merdeka dari segala tata dan tertib hukum yang mengikatnya. Anehnya kemerdekaan
demikian itulah yang disebut sebagai kemerdekaan gaya liberal. Padahal di
negeri-negeri Barat yang liberal tak ada jenis kemerdekaan semacam itu.
Kita
terjebak terus menerus pada perdebatan yang tak berjung pangkal antara pro dan
kontra liberalisme. Dari segi konsepsi kita menolak liberalisme dan
kapitalisme. Tetapi dalam praktek ketatanegaraan dan kemasyarakatan, baik dalam
bidang politik maupun ekonomi, kita mempraktekkan gagasan-gagasan liberalisme.
Akibatnya, sampai jaman reformasi, kita terus-menerus gagal menyusun formula
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
Gagasan
Smith segera mendapat sambutan luar biasa dari Pemerintah Inggris, sehingga
Kerajaan Inggris tercatat sebagai negara di dunia yang pertamakali menerapkan
konsep-konsep ekonomi liberal, setelah sebelumnya pada abad ke-17 sudah
menggagas politik liberal. Melalui gagasan Smith, Pemerintah Inggris mulai
mengembangkan gagasan nasionalisme ekonomi yang berbasis liberalisme
humanistik. Kebetulan ketika buku Smith itu terbit, Inggris tengah berada
diambang Revolusi Industri, sehingga gagasan Smith memberi ilham dan jalan bagi
Inggris memasuki masyarakat industri
bebasis mekanisasi, sain dan
teknologi yang mendahului negara manapun di dunia.
Inggris
mengembangkan ekonomi liberal tidak hanya di negeri induk, tetapi juga di India
yang merupakan tanah jajahan Inggris. Inggris membimbing rakyat India secara
bertahap agar memperbaharui proses produksi
dengan cara-cara yang modern, ilmiah dan rasional, efisien dan
meninggalkan cara-cara produksi yang tradisional dan irrasional.
Hubungan yang harmonis antara Inggris dan India ternyata berjalan seperti yang
diramalkan oleh Smith.
Dalam
waktu yang singkat, hubungan Inggris dan India, terutama pada masa Ratu
Victoria yang didasarkan atas ekonomi liberalis dan kapitalistis, telah membuat
kedua negara justru semakin makmur. Inggris berhasil membuktikan bahwa justru
kemakmuran suatu negara akan lebih cepat terwujud dengan memberikan kebebasan,
kemerdekaan dan pemberdayaan kepada para
pelaku ekonomi melalui kebijakan liberalis di bidang politik dan ekonomi, dari pada
dengan cara mempraktekkan ekonomi monopolistik, pengekangan terhadap kebebasan,
melakukan pemerasan, penindasan, serta berbagai
tindakan represif dan eksploitatif lainnya.
Jika
Adam Smith sukses meramalkan masa depan kapitalisme
liberal humanistik terhadap prospek pertumbuhan
ekonomi yang relatif lebih baik dan lebih menjanjikan, dia pun sukses
meramalkan masa depan runtuhnya kapitalisme merkantilis
yang menindas kemanusiaan dan mengagungkan monopoli dan dominasi.
Praktek
ekonomi Merkantilistik yang monopolistik dan diskriminatip
yang diterapkan oleh Kumpeni di tanah jajahannya di Hindia
Timur, merupakan contoh yang baik dari sudut sejarah ekonomi. Apa yang diramalkan oleh Karl Mark bahwa
Kapitalisme akan menemui ajalnya, karena dia akan menggali lubang kuburnya
sendiri, memang terbukti. Tetapi tidak untuk Kapitalisme Liberal. Ramalan Karl
Mark memang terbukti benar pada
Kapitalisme Monopilistik yang justru secara teoritis ditentang oleh Adam Smith
melalui gagasan Kapitalisme Liberalnya.
Setelah
Belanda melalui Kumpeni di Hindia sukses menegakkan supremasi monopoli di
bidang perdagangan, memang pada awalnya VOC mampu meraih keuntungan yang
spektakuler. Dalam waktu singkat nilai saham VOC di negeri Belanda naik
berlipat-lipat. Tetapi ternyata kejayaan negeri rempah-rempah hanya berlangsung
singkat. Memang melalui praktek monopoli VOC berhasil membanjiri pasar Eropa
dengan produk rempah- rempah yang
melimpah. Tetapi apa akibatnya dari pasar yang kelebihan pasokan, supply atau penawaran ?. Harga rempah-rempah di pasar Eropa cenderung
turun bahkan akhirnya merosot secara drastis. VOC menjadi kelabakan dan berusaha
mengendalikan produksi dengan cara yang brutal. Ribuan pohon pala dan cengkeh
di Kepulauan Maluku ditebang dan dibakar habis. Semua ini mengakibatkan
penderitaan yang luar biasa kepada penduduk setempat, karena penduduk
kehilangan mata pencaharian yang
merupakan pokok kehidupan mereka. Dan terhadap masalah ini, VOC sama sekali
tidak peduli.
VOC
mengira dengan mengurangi produksi dan over penawaran, harga rempah-rempah di
pasar Eropa akan kembali naik. Nyatanya apa yang diharapkan tidak terjadi.
Harga rempah-rempah terus merosot, karena produk rempah-rempah yang
dikendalikan VOC tidak mampu mempengaruhi harga pasar rempah-rempah di pasar
Eropa. Sebab pada saat yang bersamaan muncul pula kompetitor baru terutama dari
Afrika dan Amerika Latin, yang ternyata juga mampu menghasilkan rempah-rempah
seperti yang dihasilkan Kepulauan Maluku dan wilayah Hindia Timur lainnya.
Kemalangan VOC menjadi lengkap ketika pada akhir abad ke-18 M, VOC dibubarkan
dengan meninggalkan sejumlah utang yang menjadi tanggungan Pemerintah Belanda.
Sementara
itu Persatuan Kerajaan Belanda yang mendapat pengakuan kemerdekaan dari Raja
Spanyol pada tahun 1648 M, telah dibubarkan, karena saat itu negeri Belanda
diperintah oleh Republik Bataaf, suatu republik boneka bentukan Perancis. Bahkan
pada tahun 1806 M, Republik Bataaf dibubarkan dan negeri Belanda dianeksasi
menjadi salah satu provinsi dari Perancis. Di negerinya sendiri Belanda tidak
lagi menjadi gusti. Semuanya turun derajat
menjadi kawula Kaisar Napoleon dari Perancis. Tetapi di tanah jajahan, mereka
masih bertahan menjadi Gusti dari kawulanya, Pribumi yang terjajah.
5.Di Bawah Pemerintahan Gusti dari Perancis
dan Inggris (1807-1811M dan 1811-1816
M)
Pada
akhir abad ke- 18 M dan awal abad ke-19
M ditandai dengan tersebarnya gagasan liberalisme di bidang politik dan ekonomi
yang melanda seluruh Eropa. Liberalisme sebagai suatu sistem filsafat muncul
pertama kali di Inggris dalam pandangan John Locke(1632- 1704 M), yang
mengusung semangat membela kemerdekaan
dan kebebasan individu sebagai bagian dari nasinolisme humanistik. Dalam
karyanya Treatise on Goverment, yang berisi pandangan-pandangannya tentang
kebangsaan dan kemanusiaan dia menulis sbb :
“Perbudakan
adalah keadaan yang sangat hinanya bagi
manusia dan langsung bertentangan dengan tabiat murah hati dan sifat ketabahan
dari bangsa Inggris. Adalah suatu hal yang sukar dipahami bila seorang Inggris,
apalagi seorang gentlement( baca:ksatria ), akan membela perbudakan “
Nasionalisme
humanistik yang mengusung kemerdekaan dan kebebasan, sebenarnya merupakan
evolusi lebih lanjut dari pandangan nasionalisme patriotik bangsa Inggris yang
digagas oleh jurnalis dan filsuf Inggris pejuang kebebasan pendahulu John Lock,
yakni John Milton( 1608 - 1674 M ).
Dalam
jurnal yang diterbitkannya untuk membela kemerdekaan dan kebebasan dia
mengemukakan pandangannya bahwa nasionalisme bukan hanya suatu perjuangan untuk
kebebasan kolektif dari pada penindasan
asing. Tetapi nasionalisme adalah juga pengakuan kemerdekaan perseorangan dari
kekuasaan pemerintah, Gereja dan tahyul. Ideologi Liberalisme yang diusung John
Milton dan juga sahabatnya John Lock sebenarnya adalah Ideologi Pembebasan Manusia sebagai mahluk individu dari
berbagai bentuk penindasan, baik penindasan oleh kekuasaan Raja Absolut,
Gereja maupun tahyul dan mistikisme yang
irrasional. “Berikanlah kepadaku di atas segalanya kebebasan. Kebebasan untuk
mengetahui, mengucapkan dan bertukar pikiran secara merdeka sesuai dengan kata
hati nurani “, tulisnya dengan nada bersemangat dalam jurnalnya Areopagitica yang
gigih membela kebebasan itu.
Dari
kutipan tersebut di atas jelaslah bahwa gagasan liberalisme pada awalnya
merupakan perkembangan dari gagasan nasinalisme patriotik bangsa Inggris yang
menolak kekuasaan absolut, baik oleh Raja maupun Gereja, dan berkembang menjadi
nasinalisme humanistik yang menjunjung tinggi
hak asasi dan kemanusiaan.
Kerajaan
Inggris memang adalah kerajaan pertama di muka bumi yang memiliki konstitusi
yang disusun bersama antara Raja dan Wakil Rakyat, yang dkenal dengan Magna
Charta (1215 M) atau Konstitusi Agung. Saat Kerajaan
Inggris berhasil menyusun konstitusinya, pada saat yang sama di Jawa, Ken Arok
baru saja melakukan pembunuhan atas diri Akuwu Tumapel dan menobatkan dirinya
sebagai penguasa Singasari.
Pada tahun 1222 M, Ken Arok berhasil menaklukkan Kediri, dia kemudian
memproklamirkan berdirinya Kerajaan Singasari, menduduki tahta kerajaan dan mengambil gelar Rajasa
Girindrawardhana Sang Amurwabhumi.
Jika
di Inggris rakyat dan raja berusaha menyelamatkan tahta kerajaan dari
kemungkinan perebutan tahta yang terus menerus berkepanjangan dengan menyusun
konstitusi tertulis, maka tradisi demikian tidak terjadi di kerjajaan-kerajaan
dunia timur lainnya, termasuk kerajaan-kerajaan di Jawa, seperti Singasari,
Majapahit, Demak, Mataram dan penerusnya yakni Kraton Surakarta, Yogyakarta,
Mangkunegaran dan Pakualaman. Konflik dan perang suksesi merupakan mata rantai
kelemahan yang paling mencolok dari konsep kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa.
Dari
Inggris, gagasan liberalisme menyebar ke Eropa Daratan. Pemicunya adalah
Revolusi Perancis yang meletus pada tanggal 14 Juli 1789 M, yang telah
melahirkan doktrin kemanusiaan yakni : Liberte, Fraternite dan Egalite ( Kebebasan, Kemerdekaan dan Persamaan ). Baik di Inggris maupun Perancis, liberalisme
mendapat dukungan yang kuat dari golongan menengah yang memiliki modal,
sehingga melahirkan golongan Kapitalis Liberal yang menjadi sangat kuat dan
berpengaruh, baik di lapangan ekonomi maupun politik.
Di
Hindia Belanda, gagasan nasionalisme liberal dibawa oleh dua orang pendekar yang menjadi Gubernur Jendral Hindia
Belanda pasca runtuhnya VOC, yakni Gubernur Jendral Herman Willem Daendels(
1807- 1811 M) dan Letnan Jendral Thomas Stamford Raffles (1811- 1816 M). Hanya
saja Daendels mewakili pemerintah
Perancis, sedangkan Raffles mewakili pemerintah Kerajaan Inggris. Walaupun sama-sama mengusung liberalisme, Inggris
dan Perancis di Eropa sana. saat itu tengah berhadap-hadapan dan
terlibat dalam peperangan. Penyebabnya
adalah pasca Revolusi, Perancis merosot kembali menjadi negara absolut di bawah
kekuasaan Kaisar Napoleon Bonaparte (1805 – 1815
M).
Napoleon
Bonaparte merupakan sosok yang unik. Jendral yang berbakat ini, sebenarnya
bukanlah seorang nasionalis liberal. Dia adalah seorang nasionalis patriotik
yang punya ambisi menyebarkan gagasan liberalisme ke negeri- negeri tetanganya dan mencoba
mengobarkan revolusi di sana.
Dan
Napoleon bermimpi tentang keagungan Perancis yang akan menjadi pemimpin Eropa
untuk mengakhiri absolutisme, tanpa menyadari bahwa dirinya sendiri adalah
seorang kaisar yang absolut. Di balik semua gagasannya itu, masyarakat di luar
Perancis dapat membaca ambisi teritorial Perancis yang tak dapat
disembunyikannya. Memang di bagian dunia
manapun, tidak peduli dunia timur maupun barat, nasionalisme patriotik dapat
merosot menjadi nasionalisme ekspansionalistik.
Maka
meletuslah perang antara koalisi negara-negara monarki melawan Perancis.
Inggris yang merupakan negara monarki terpaksa harus berperang menghadapi
Perancis, karena Napoleon sudah mengancam untuk mendaratkan tentaranya ke
Inggris. Perancis bahkan berhasil mendaratkan pasukannya di
Irlandia dan mengobarkan revolusi di sana. Tetapi dalam perang laut, Armada
Perancis berhasil dihancurkan Armada Inggris yang dipimpin Laksamana Nelson dalam
pertempuran laut di Trafalgar. Perang antara Inggris dan Perancis di Eropa,
meluas sampai di Hindia. Inggris berusaha merebut Pulau Jawa dan Perancis
berusaha mempertahankannya dengan mengirimkan Daendels untuk mempertahankan
Pulau Jawa dari kemungkinan diduduki Inggris.
Gubernur
Daendels yang menjadi Gusti di Tanah Jawa mewakili Pemerintah Perancis, hanya
berlangsung singkat. Tahun 1811 M, sudah ditarik kembali ke
Eropa, karena Napoleon memerlukan tenaganya dalam rangka persiapan ofensip
menyerang Rusia yang gagal karena halangan cuaca buruk. Namun demikian gagasan
liberalisme yang sempat dilaksanakan antara lain :
1. Mengurangi hak-hak feodal penguasa Pribumi
yang merugikan rakyat.
2. Menghapuskan
wajib kerja dan wajib tanam bagi penduduk.
3. Sebagai ganti wajib kerja dan wajib tanam,
penduduk diwajibkan membayar pajak tanah.
Gagasan
Daendels gagal dijalankan karena Daendels tidak dapat menghindarkan diri dari
kegiatan mengerahkan tenaga rakyat untuk ikut serta dalam usaha mempertahankan
Pulau Jawa dari serangan Inggris. Proyeknya yang terkenal adalah Jalan Raya
Anyer –Panarukan yang memakan banyak korban dari rakyat setempat. Tetapi jalan
raya itu menjadi infrastruktur yang amat penting yang telah mengintegrasikan
kota-kota di Pulau Jawa di bawah
satu kendali pemerintah pusat, yakni Batavia/Bogor.
Pulau
Jawa akhirnya berhasil diduduki Inggris. Thomas Stamford Raffles diangkat
menjadi Gusti di Pulau Jawa (1811
– 1816 M), dengan pangkat Letnan Jendral.
Raffles
berusaha meneruskan reformasi
birokrasi sejalan dengan gagasan liberalisme yang dianutnya. Gagasan
pembaharuan dan reformasi yang dijalankannya antara lain adalah :
1. Menghapuskan
segala bentuk penyerahan wajib dan kerja wajib yang menjadi beban penduduk
dengan memberikan kebebasan bagi penduduk untuk menjalankan kegiatan usaha,
produksi dan aktivitas perdagangan.
2. Pemerintah secara langsung mengawasi pungutan
pajak tanah, hasilnya dipungut langsung oleh pemerintah tanpa perantaraan
bupati. Tugas bupati terbatas pada dinas-dinas umum.
3. Penyewan tanah-tanah negara di beberapa daerah
dilaksanakan berdasarkan kontrak dan terbatas waktunya.
Berbeda dengan VOC dan orang Belanda yang pada
umumnya konsevatip, kebijakan
orang-orang Inggri seperti Raffles dalam mengelola tanah jajahannya sering
bertolak dari gagasan liberalisme ekonomi humanistis yang dasar-dasarnya telah
diletakkan oleh Adam Smith, yakni membuat kawula dan rakyat tanah jajahan relatip lebih
sejahtera.
Dalam
kerangka gagasan yang sejalan dengan pandangan
Adam Smith, Rafles juga berpandangan bahwa setiap
konsumen pada hakekatnya membutuhkan produsen, karena setiap konsumen memiliki
kebutuhan akan barang dan jasa yang tak terhingga banyaknya. Kebutuhan itu
hanya dapat dipuaskan oleh adanya
barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Sebaliknya setiap produsen juga
memerlukan konsumen yang akan membeli produk-produk yang dihasilkan oleh
produsen. Tanpa konsumen, tidak akan ada produsen. Siapa yang mau berproduksi
bila tak ada orang yang mau membeli barang dan jasa yang dihasilkan produsen?
Seperti
halnya kawula yang membutuhkan gusti untuk menjamin keselamatannya, konsumen
sebenarnya juga membutuhkan produsen, karena konsumen
tak akan dapat
hidup sejahtera kalau tak ada produk yang dibuat produsen yang dapat dikonsumsi
guna memenuhi hasrat menikmati barang
dan jasa.
Dalam
pandangan Smith, konsumen harus memiliki penghasilan yang cukup agar dia dapat membeli
barang dan jasa yang dihasilkan produsen. Semakin besar pendapatan dan
penghasilan konsumen, semakin baik sistem perekonomian, karena produsen dapat
terus menerus melakukan proses produksi. Pada akhirnya bukan hanya konsumen
yang sejahtera, produsen juga akan sejahtera. Adalah wajar bila produsen hidup
lebih sejahtera dari konsumen karena produsenlah yang lebih banyak
menyumbangkan modal, ide, gagasan dan kreatifitas untuk menghasilkan barang dan
jasa. Bukankah juga wajar bila gusti lebih sejahtera dari kawula ?.
Bagi
Raffles dan Penguasa Inggris, relasi antara negara Induk dan negeri Jajahan
adalah seperti relasi antara gusti-kawula, produsen-konsumen. Gusti akan
sejahtera bila kawula sejahtera. Produsen akan makmur, bila konsumen juga
makmur. Bagaimana produsen akan makmur, bila dia tak dapat menjual produknya
kepada konsumen dan bila daya beli
konsumen rendah. Daya beli konsumen rendah, karena pendapatan konsumen lemah.
Demikianlah gasasan reformasi birokrasi yang dilaksanakan Raffles di tanah
Jawa, memiliki tujuan yang jelas, yakni sebagai usaha mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, meningkatkan
penghasilan masyarakat dan daya beli masyarakat tanah jajahan agar mereka mampu
membeli produk-produk yang dihasilkan produsen di negeri Induk.
Sayang pemerintahan Raffles di Pulau Jawa
terlalu singkat, hingga gagasan liberalitasnya dan reformasi birokrasinya yang
pro-kawula, tidak segera nampak dan segera hilang ditelan jaman. Dan nampaknya,
sejarah ekonomi masa Raffles tidak banyak dikaji oleh ahli-ahli sejarah ekonomi
kita. Hal ini nampak dari buruknya persepsi sebagian masyarakat kita terhadap
liberalisme dan kapitalisme yang cenderung negatip.
Padahal
apabila ada penelitian yang lebih serius terhadap sejarah ekonomi liberal pada
masa Raffles, kemungkinan besar persepsi kita terhadap kapitalisme dan liberalisme
akan lebih seimbang dan obyektif. Persepsi dari masyarakat kita terhadap
liberalisme dan kapitalisme sering bias, kabur, kacau bahkan membingungkan,
karena seringkali tidak bertolak dari fakta sejarah, tetapi lebih banyak
dipengaruhi oleh pesepsi dan prasangka negatip akibat trauma dari penjajahan
yang berlangsung lama yang dialami bangsa kita.
Liberalisme
atau paham apa pun, bahkan agama sekalipun ,
memang bisa saja merosot dari gagasan awalnya yang mulia.
Demikianlah liberalisme pun dalam prakteknya dapat saja merosot menjadi
eksploitatif. Tetapi hukum kodrat alam akan senantiasa mengembalikan setiap
penyimpangan ke jalurnya semula. Akan selalu muncul kritikus yang selalu
berusaha menyempurnakannya, disamping mengembalikannya ke jalur yang benar.
Herankah kita, bila kapitalisme dan liberalisme tidak bisa terkubur ke bawah
dinding lantai sejarah? Bahkan sampai jaman kita sekarang ini!. Kapitalisme dan
liberalisme ternyata selalu mampu menyesuaikan diri, meyegarkan diri dan mampu
mengatasi tantangan alam dan jaman yang mencoba mengurungnya.
Salah satu proyek politik Raffles di Pulau Jawa adalah didrikannya
Kadipaten Pakualaman (1813 M), yang mengambil sebagian kecil dari wilayah
Kesultanan Yogyakarta. Kita akan kembali membicarakan lagi Kadipaten
Pakualaman setelah Bab ini. Sebab gagasan liberalisme
di bidang politik dan ekonomi yang dibawa Raffles, sedikit banyak tentulah akan
berpengaruh juga pada cara pandang dan gagasan para ksatria
Pakualaman kelak di kemudian hari. Kita akan melihatnya kelak, adakah
gagasan-gagasan liberalisme model Inggris berpengaruh pula pada corak
nasionalisme gagasan Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang akan kita bahas ini,
mengingat Ki Hadjar Dewantara adalah
salah satu dari ksatria yang
berasal dari lingkungan Kadipaten Pakualaman yang merupakan warisan proyek
politik dari pemerintahan Raffles.[Bersambung]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar