Entri yang Diunggulkan

Kahyangan Suralaya, Tempat Tinggal Para Dewa

Legenda adalah kisah tentang orang, kejadian, atau peristiwa yang dibuat berdasarkan fantasi dengan maksud untuk menimbulkan kekaguman...

Sabtu, 30 Juli 2016

(1) Realitas Sejarah, Tanggal 2 Mei Sebagai Hari Pendidikan Nasional (01)






Menyambut Hari Pendidikan Nasioanl 2 Mei 2016 muncul artikel menarik  di Kompasiana. Judulnya, “Sudah Tepatkan Tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional?”  Penulisnya adalah Siti Marfuah. Dan rupanya merupakan artikel lama yang pernah diposting pada tanggal 5 Mei 2013, tetapi karena masih relevan diunggah lagi untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2016.


Tetapi pembaca jangan buru-buru menuduh penulisnya sedang melakukan gugatan terhadap tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional. Yang terjadi justru sebaliknya. Sang Penulis tidak melakukan gugatan. Sang Penulis justru melakukan pembelaan. Diakhir tulisannya Sang Penulis menyimpulkan sebagai berikut,” Jadi, apakah sudah tepat Hardiknas diperingati pada tanggal 2 Mei? Saya rasa tepat, jika mengingat seberapa besar kontribusi Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan nasional di Indonesia.’


Dalam artikelnya itu dia menjelaskan bahwa Hari Pendidikan Nasional telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden No. 316  tanggal 16 Desember 1959.  Tetapi, baru efektip diperingati secara nasional pada jaman Pak Harto. “Meskipun ditetapkan pada tahun 1959, secara efektif peringatan hari pendidikan nasional baru dilaksanakan tahun 1967 setelah Pak Harto menjabat presiden,” tulisnya.

Selanjutnya beliau menulis, “Saat itulah pengakuan atas jasa besar Ki Hadjar Dewantara dalam meletakkan dasar-dasar sistem pendidikan nasional dinyatakan oleh Pak Harto. Meskipun dalam keputusan presiden tidak secara tegas menyebutkan dasar-dasar penetepannya, akan tetapi secara tersirat yang dimaksud dengan tanggal 2 Mei ialah hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Dapat dipastikan bahwa ada suatu alasan mengapa tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Alasan tersebut tentu berkaitan dengan jasa-jasa Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Suwardi Suryaningrat), sejak 1922 ( seharusnya sejak 1928, pen) menjadi Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959.”

“Kancah perjuangan Ki Hadjar Dewantara meliputi dunia politik, jurnalistik, dan pendidikan. Pada dunia politik dan jurnalistik, beliau lebih dikenal sebagai R.M. Suwardi Suryaningrat. Karena keanggotaannya dalam Indische Partij dan aktivitasnya yang menetang usaha-usaha perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda atas jajahan Perancis dengan tulisannya yang berjudul "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), maka ia diasingkan ke negeri Belanda bersama Dr. Tjipto Mangunkusumo dan E.F.E. Douwes Dekker (Danudirdjo Setyabudhi) pada tahun 1913. Dalam pengasingan pada tahun 1913-1919 tersebut, Beliau aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia yaitu Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sinilah Beliau merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi. Dalam studinya ini, Beliau terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori. Beliau juga mengadakan orientasi tentang Santi Ni Ketan ciptaan Tagore di India sebagai pergerakan pendidikan India.”

Diakhir tulisannya Sang Penulis menyimpulkan sbb,” Jadi, apakah sudah tepat Hardiknas diperingati pada tanggal 2 Mei? Saya rasa tepat, jika mengingat seberapa besar kontribusi Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan nasional di Indonesia.’

Pendapat penulis artikel itu, setelah mengumpulkan fakta-fakta perjuangan Ki Hadjar Dewantara sampai tiba pada kesimpulan, bahwa Tanggal 2 Mei memang tepat sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tentu saja pendapat penulis itu mewakili arus utama pendapat publik dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi.

Gugatan Terhadap Tanggal 2 Mei Pada Awal Orde Baru.

Tetapi sejarah penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nsaional, memang tidak sepi dari gugatan pihak-pihak yang belum memahami sepak terjang Ki Hadjar Dewara dalam memperjuangkan Pendidikan Nasional bagi bangsanya yang saat itu menjadi bangsa pribumi terjajah.

Gugatan terhadap tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, misalnya, pernah dilancarkan organisasi besar PGRI pada awal-awal Orde Baru tahun 1966- 1967. Rupanya PGRI saat itu ingin memanfaatkan momentum politik Orde Baru yang sedang mencabut dan merevisi  sejumlah Undang-Undang, Kepres maupun PP yang berbau Orde Lama. Keputusan Presiden No. 316 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan Tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, dipandang oleh PGRI  saat itu sebagai Kepres produk Orde Lama yang harus dicabut karena tidak sesuai dengan semangat Orde Baru. Terjadilah polemik hebat di media massa antara Majelis Luhur Tamansiswa yang mencoba mempertahankan Kepres no 316  dengan PB PGRI yang menghendaki pencabutan Kepres No. 316. PB.PGRI berdalih bahwa tokoh Pendidikan yang memperjuangkan Pendidikan Nasional bukan hanya Ki Hadjar  Dewantara. Tetapi ada juga tokoh pejuang bangsa yang lain, seperti Moh. Syafei dari Kayu Tanam, Otto Iskandar Dinata yang mendirikan Paguyuban Pasundan pada tahun 1914 dengan puluhan sekolah dan ribuan murid. Lalu KH.Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah dengan ribuan sekolah dan ratusan ribu murid. Kemudian KH.Hasyim Asyari, Pendiri NU dengan ribuan pendidikan berbasis pesantren. Disebutkan juga bahwa bukan hanya Tamansiswa yang berdasarkan pendidikan nasional. Perguruan Rakyat yang didirikan di Jakarta pada jaman Penjajahan, juga sudah berdasarkan pendidikan nasional.

PGRI mengusulkan  agar tanggal 25 November yang merupakan Hari Lahir PGRI ditetapkan pemerintah sebagai Hari Pendidikan Nasional menggantikan tanggal 2 Mei yang merupakan Hari Lahir Ki Hadjar Dewantara. Tetapi akhirnya polemik berhenti dengan sendirinya setelah Pak Harto turun tangan dan menegaskan bahwa Kepres no. 316 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan tanggal 2 Mei 1959 sebagai Hari Pendidikan Nasional sudah tepat. Karenanya Pak Harto tidak akan mencabutnya. Bahkan pada awal Orde Baru, Pak Harto mempercayakan Menteri Pendidikan dari tokoh Tamansiswa. Tercatat tiga menteri pendidikan pada awal Orde Baru berasal dari tokoh Tamansiswa antara lain, Ki Moh.Said, Ki Sarino Mangun Pranoto, dan Mashuri SH. Sejak itu tak ada lagi kelompok masyarakat yang menggugat Kepres No. 316 itu. Bahkan PGRI pun akhirnya mengalihkan usulannya dengan memperjuangkan adanya Hari Guru. Akhirnya tanggal 25 Nopember memang ditetapkan pemerintah sebagai Hari Guru yang setiap tahun diperingati oleh para guru.

Pada awal Reformasi, tiga politis dari PAN yang merupakan tokoh Muhammadiyah menduduki Menteri Pendidikan yaitu Yahya A.Muhaimin, Malik Fajar, dan Bambang Sudibyo. Pada masa ketiga menteri itu, Hari Pendidikan Nasional tetap diperingati dan tak ada gugatan terhadap Kepres No.316 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.

 Tokoh-tokoh Pendidikan dari PAN yang berlatar belakang Muhammadiyah itu, sadar akan fakta dan realitas sejarah, bahwa penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, adalah sudah tepat, benar, dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Mempersoalkannya dan menggugatnya, adalah kontra produktif. "Jangn melupakan sejarah," kata Bung Karno memberi nasihat. Sebuah nasihat yang bijak dan tepat dari seorang Negarawan dan Bapak Bangsa. (bersambung).

(Bersambung)


Artikel Lanjutan Klik dibawah ini:
https://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/07/realitas-sejarah-tanggal-2-mei-sebagai_30.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar