Menyambut
Hari Pendidikan Nasioanl 2 Mei 2016 muncul artikel menarik di Kompasiana. Judulnya, “Sudah Tepatkan
Tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional?” Penulisnya adalah Siti Marfuah. Dan rupanya
merupakan artikel lama yang pernah diposting pada tanggal 5 Mei 2013, tetapi
karena masih relevan diunggah lagi untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional 2
Mei 2016.
Tetapi
pembaca jangan buru-buru menuduh penulisnya sedang melakukan gugatan terhadap
tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional. Yang terjadi justru sebaliknya.
Sang Penulis tidak melakukan gugatan. Sang Penulis justru melakukan pembelaan.
Diakhir tulisannya Sang Penulis menyimpulkan sebagai berikut,” Jadi, apakah
sudah tepat Hardiknas diperingati pada tanggal 2 Mei? Saya rasa tepat, jika
mengingat seberapa besar kontribusi Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan
nasional di Indonesia.’
Dalam
artikelnya itu dia menjelaskan bahwa Hari Pendidikan Nasional telah ditetapkan berdasarkan
Keputusan Presiden No. 316 tanggal 16
Desember 1959. Tetapi, baru efektip
diperingati secara nasional pada jaman Pak Harto. “Meskipun ditetapkan pada tahun 1959,
secara efektif peringatan hari pendidikan nasional baru dilaksanakan tahun 1967
setelah Pak Harto menjabat presiden,” tulisnya.
Selanjutnya beliau menulis, “Saat
itulah pengakuan atas jasa besar Ki Hadjar Dewantara dalam meletakkan
dasar-dasar sistem pendidikan nasional dinyatakan oleh Pak Harto. Meskipun dalam
keputusan presiden tidak secara tegas menyebutkan dasar-dasar penetepannya,
akan tetapi secara tersirat yang dimaksud dengan tanggal 2 Mei ialah hari
kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Dapat dipastikan bahwa ada suatu alasan mengapa
tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Alasan tersebut tentu berkaitan dengan jasa-jasa Ki Hajar Dewantara sebagai
Bapak Pendidikan Nasional. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Suwardi
Suryaningrat), sejak 1922 ( seharusnya
sejak 1928, pen) menjadi Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada
tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959.”
“Kancah perjuangan Ki Hadjar Dewantara
meliputi dunia politik, jurnalistik, dan pendidikan. Pada dunia politik dan
jurnalistik, beliau lebih dikenal sebagai R.M. Suwardi Suryaningrat. Karena
keanggotaannya dalam Indische Partij dan aktivitasnya yang menetang usaha-usaha
perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda atas jajahan Perancis dengan tulisannya
yang berjudul "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als
ik een Nederlander was"), maka ia diasingkan ke negeri Belanda bersama Dr.
Tjipto Mangunkusumo dan E.F.E. Douwes Dekker (Danudirdjo Setyabudhi) pada tahun
1913. Dalam pengasingan pada tahun 1913-1919 tersebut, Beliau aktif dalam
organisasi para pelajar asal Indonesia yaitu Indische Vereeniging (Perhimpunan
Hindia). Di sinilah Beliau merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan
belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah
pendidikan yang bergengsi. Dalam studinya ini, Beliau terpikat pada ide-ide
sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori. Beliau juga
mengadakan orientasi tentang Santi Ni Ketan ciptaan Tagore di India sebagai
pergerakan pendidikan India.”
Diakhir tulisannya Sang Penulis
menyimpulkan sbb,” Jadi, apakah sudah tepat Hardiknas diperingati pada tanggal
2 Mei? Saya rasa tepat, jika mengingat seberapa besar kontribusi Ki Hadjar Dewantara
dalam pendidikan nasional di Indonesia.’
Pendapat penulis artikel itu, setelah
mengumpulkan fakta-fakta perjuangan Ki Hadjar Dewantara sampai tiba pada
kesimpulan, bahwa Tanggal 2 Mei memang tepat sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Tentu saja pendapat penulis itu mewakili arus utama pendapat publik dalam suatu
negara yang menganut paham demokrasi.
Gugatan Terhadap
Tanggal 2 Mei Pada Awal Orde Baru.
Tetapi sejarah penetapan tanggal 2 Mei
sebagai Hari Pendidikan Nsaional, memang tidak sepi dari gugatan pihak-pihak
yang belum memahami sepak terjang Ki Hadjar Dewara dalam memperjuangkan
Pendidikan Nasional bagi bangsanya yang saat itu menjadi bangsa pribumi
terjajah.
Gugatan terhadap tanggal 2 Mei sebagai
Hari Pendidikan Nasional, misalnya, pernah dilancarkan organisasi besar PGRI
pada awal-awal Orde Baru tahun 1966- 1967. Rupanya PGRI saat itu ingin
memanfaatkan momentum politik Orde Baru yang sedang mencabut dan merevisi sejumlah Undang-Undang, Kepres maupun PP yang
berbau Orde Lama. Keputusan Presiden No. 316 tanggal 16 Desember 1959 yang
menetapkan Tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, dipandang oleh PGRI saat itu sebagai Kepres produk Orde Lama yang
harus dicabut karena tidak sesuai dengan semangat Orde Baru. Terjadilah polemik
hebat di media massa antara Majelis Luhur Tamansiswa yang mencoba
mempertahankan Kepres no 316 dengan PB
PGRI yang menghendaki pencabutan Kepres No. 316. PB.PGRI berdalih bahwa tokoh
Pendidikan yang memperjuangkan Pendidikan Nasional bukan hanya Ki Hadjar Dewantara. Tetapi ada juga tokoh pejuang
bangsa yang lain, seperti Moh. Syafei dari Kayu Tanam, Otto Iskandar Dinata
yang mendirikan Paguyuban Pasundan pada tahun 1914 dengan puluhan sekolah dan
ribuan murid. Lalu KH.Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah dengan ribuan
sekolah dan ratusan ribu murid. Kemudian KH.Hasyim Asyari, Pendiri NU dengan
ribuan pendidikan berbasis pesantren. Disebutkan juga bahwa bukan hanya
Tamansiswa yang berdasarkan pendidikan nasional. Perguruan Rakyat yang didirikan
di Jakarta pada jaman Penjajahan, juga sudah berdasarkan pendidikan nasional.
PGRI mengusulkan agar tanggal 25 November yang merupakan Hari
Lahir PGRI ditetapkan pemerintah sebagai Hari Pendidikan Nasional menggantikan
tanggal 2 Mei yang merupakan Hari Lahir Ki Hadjar Dewantara. Tetapi akhirnya
polemik berhenti dengan sendirinya setelah Pak Harto turun tangan dan
menegaskan bahwa Kepres no. 316 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan
tanggal 2 Mei 1959 sebagai Hari Pendidikan Nasional sudah tepat. Karenanya Pak
Harto tidak akan mencabutnya. Bahkan pada awal Orde Baru, Pak Harto
mempercayakan Menteri Pendidikan dari tokoh Tamansiswa. Tercatat tiga menteri pendidikan
pada awal Orde Baru berasal dari tokoh Tamansiswa antara lain, Ki Moh.Said, Ki
Sarino Mangun Pranoto, dan Mashuri SH. Sejak itu tak ada lagi kelompok
masyarakat yang menggugat Kepres No. 316 itu. Bahkan PGRI pun akhirnya mengalihkan
usulannya dengan memperjuangkan adanya Hari Guru. Akhirnya tanggal 25 Nopember
memang ditetapkan pemerintah sebagai Hari Guru yang setiap tahun diperingati
oleh para guru.
Pada awal Reformasi, tiga politis dari
PAN yang merupakan tokoh Muhammadiyah menduduki Menteri Pendidikan yaitu Yahya
A.Muhaimin, Malik Fajar, dan Bambang Sudibyo. Pada masa ketiga menteri itu,
Hari Pendidikan Nasional tetap diperingati dan tak ada gugatan terhadap Kepres
No.316 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari
Pendidikan Nasional.
Tokoh-tokoh Pendidikan dari PAN yang berlatar belakang Muhammadiyah itu, sadar akan fakta dan realitas sejarah, bahwa penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, adalah sudah tepat, benar, dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Mempersoalkannya dan menggugatnya, adalah kontra produktif. "Jangn melupakan sejarah," kata Bung Karno memberi nasihat. Sebuah nasihat yang bijak dan tepat dari seorang Negarawan dan Bapak Bangsa. (bersambung).
(Bersambung)
Artikel Lanjutan Klik dibawah ini:
https://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/07/realitas-sejarah-tanggal-2-mei-sebagai_30.html
Tokoh-tokoh Pendidikan dari PAN yang berlatar belakang Muhammadiyah itu, sadar akan fakta dan realitas sejarah, bahwa penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, adalah sudah tepat, benar, dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Mempersoalkannya dan menggugatnya, adalah kontra produktif. "Jangn melupakan sejarah," kata Bung Karno memberi nasihat. Sebuah nasihat yang bijak dan tepat dari seorang Negarawan dan Bapak Bangsa. (bersambung).
(Bersambung)
Artikel Lanjutan Klik dibawah ini:
https://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/07/realitas-sejarah-tanggal-2-mei-sebagai_30.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar