Entri yang Diunggulkan

Kahyangan Suralaya, Tempat Tinggal Para Dewa

Legenda adalah kisah tentang orang, kejadian, atau peristiwa yang dibuat berdasarkan fantasi dengan maksud untuk menimbulkan kekaguman...

Sabtu, 30 Juli 2016

(2) Mengenang 94 Tahun Perguruan Tamansiswa( 3 Juli 1922 - 3 Juli 2016 )- Bagian 2 dari 4 Tulisan.




 Keterangan Gambar: Ki Suryo Adi Putro, mengajar murir-murid Taman Muda Tamansiswa Bandung (1925 -1929), di Cikakak -Bandung. Ketua Majelis Cabang Bung Karno. Tamansiswa Bandung berdiri pada tanggal 7-7-1925. Lihat Buku 30 Tahun Tamansiswa.Sumber Gambar;Wikipedia
2.Berdirinya Perguruan Tamansiswa.

Ki Hadjar Dewantara termasuk pejuang dan tokoh pergerakan yang paling vokal melancarkan krtitik tajam terhadap sistem pendidikan yang diciptakan Pemerintah Hindia Belanda yang disebutnya sebagai Sistem Pendidikan Kolonial.

Istilah Sistem Pendidikan Kolonial, baru muncul menjadi suatu antitese yang tajam setelah Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa. Antitese Sistem Pendidikan Kolonial adalah Sistem Pendidikan Kebanggsaan atau Sistem Pendidikan Nasional yang ingin diwujudkan Ki Hadjar Dewantara melalui Perguruan Tamansiswa.

Sekalipun para pendiri Perguruan Tamansiswa adalah para ksatria Jawa, tetapi Ki Hadjar Dewantara menghindari gagasan nasionalisme Jawa  yang dianut Budi Utomo, atau pun nasionalisme Islam yang dianut Serikat Islam. Suwardi juga menghindari nasionalisme barat  seperti yang digagas oleh Cipto Mangunkusumo.

Nasionalisme yang dianut Tamansiswa adalah nasionalisme Hindia, sebagaimana yang telah digagas oleh Douwes Dekker dengan IP nya maupun nasionalisme NIP-SH. Hanya bedanya NIP-SH bergerak dalam ranah politik. Tamansiswa bergerak dalam ranah pendidikan dan kebudayaan.

Namun demikian sungguh keliru jika ada yang menganggap corak nasionalisme Ki Hadjar Dewantara itu anti barat, apa lagi anti Islam. Corak nasionalisme Ki Hadjar Dewantara mencakup aspek yang luas yang bersifat humanis, religius, dan universal. Bukan nasionalisme yang chauvinistik dan sempit.

Ki Hadjar Dewantara  menamakan intitusi yang didirikannya sebagai National Instituut Ondewijs Tamansiswa. Secara harfiah berarti: Lembaga Pengajaran Nasional Tamansiswa. Tetapi kata onderwijs sering diterjemahkan menjadi pendidikan, sehingga nama lembaga pendidikan yang didirikan Ki Hadjar Dewantara itu sering diterjemahkan sebagai: Perguruan Nasional Tamansiswa.

Pencantuman kata nasional, menjadikan Tamansiswa sebagai institusi pendidikan yang radikal  sekaligus juga reformis di bidang pendidikan dan kebudayaan. Dengan mencantumkan kata nasional, Ki Hadjar Dewantara telah menciptakan institusi pendidikan yang menantang institusi pendidikan yang bersifat kolonial yang diciptakan pemerintah Hindia Belanda.

Maka dalam masyarakat Hindia Belanda muncul dua sistem pendidikan yang bertentangan secara diametral, yakni Sistem Pendidikan Nasional yang diciptakan Ki Hadjar Dewantara melalui Tamansiswa dan Sistem Pendidikan Kolonial yang diciptakan pemerintah Hindia Belanda. Melalui Sistem Pendidikan Kolonial didirikanlah sekolah-sekolah model barat hasil Kebijakan Politik Etis yang bertujuan memperkuat kepentingan kolonialisme Hindia Belanda. Jika Sistem Pendidikan Kolonial ditujukan untuk melestarikan kepentingan kolonial di tanah jajahan, maka Sistem Pendidikan Nasional Tamansiswa ditujukan untuk memperjuangkan kepentingan Nasional Pribumi yang terjajah.

Ki Hadjar Dewantara melalui Perguruan Tamanasiswa melakukan langkah-langkah pembaharuan yang lebih mendalam dan tidak sekedar mengambil alih kurikulum sekolah-sekolah Belanda sebagai suatu cetak biru yang tidak boleh diganggu gugat. Ki Hadjar Dewantara menciptakan suatu sistem pendidikan yang  inovatif mulai dari kurikulum, strategi pembelajaran, pendekatan kepemimpinan, proses belajar mengajar, sistem organisasi pengelolaan, bahan ajar, landasan dan asas  perjuangan sampai tujuan pendidikan yang hendak dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tujuan yang bersifat kelembagaan, mapun tujuan pendidkan yang bersifat ideologis filosofis.

Tujuan kelembagaan, strategi dasar, dan landasan perjuangan yang diperlukan untuk mewujudkan suatu Sistem Pendidikan Nasional, diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam pidato pembukkan Tamansiswa pada tanggal 3 Juli 1922. Isi pidato itu  kemudian dirumuskan dalam suatu dokumen yang dikenal dengan Pernyataan Asas atau Beginsel Verklaring yang terdiri dari tujuh alinea yang masing-masing alinea itu berisi asas-asas atau dasar-dasar dan strategi perjuangan untuk mewujudkan Sistem Pendidikan Nasional .

.Secara garis besar Beginsel Verklaring yang kemudian dikenal sebagai Pernyataan Asas Tamansiswa 1922,  berisi asas perjuangan, pokok-pokok pikiran, gagasan, konsep dasar  dan pandangan Ki Hadjar Dewantara di tengah-tengah masyarakatnya.

Melaui Pernyataan Asas itu, Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan adalah suatu medan perjuangan maha penting yang bukan hanya perlu untuk memperbaiki kondisi-kondisi masyarakat yang terjajah yang jauh dari kondisi-kondisi masyarakat yang ideal, tetapi pendidikan juga penting sebagai alat, sarana dan strategi untuk mewujudkan masyarakat ideal yang dicita-citakannya.

Dengan Pernyataan Asas itu, Ki Hadjar Dewantara memandang pengertian pendidikan bukan dalam arti yang sempit. Tetapi pendidikan diletakkan dalam pandangan yang luas sebagai suatu sistem yang berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia yang luas yakni aspek kebudayaan dari suatu bangsa yang beradab.

Pernyataan Asas Tamansiswa  1922, di samping sebagai suatu antitese terhadap Sistem Pendidikan Kolonial, juga berisi kritik-kritik yang tajam  terhadap praktek-praktek dari Sistem Pendidikan Kolonial. Yaitu suatu Sistem Pendidikan yang tidak memihak kepada kepentingan Pribumi sebagai rakyat yang terjajah dan tertindas. Isi dari Beginsel Verklaring Tamansiswa 1922 M yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia terdiri dari tujuh buah alinea sbb:

1.      Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengingat tertib damainya persatuan dalam perikehidupan umum (maatschappelijke saamhoorigheid) itulah asas kita yang pertama. Tertib dan Damai (Orde en Vrede) itulah tujuan kita yang setinggi-tingginya. Tidak ada ketertiban terdapat kalau tidak bersandar pada perdamaian. Sebaliknya tak akan ada orang hidup damai, jika ia dirintangi dalam segala syarat kehidupannya. Bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluas-luasnya. Karena itu pendidikan yang beralaskan syarat “paksaan-hukuman-ketertiban” (regering-tuch en orde) itulah kita anggap memperkosa hidup kebatinan anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Itulah yang kita namakan “Among methode”

2.      Dalam sistem ini, maka pelajaran berarti mendidik anak-anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka fikirannya dan merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang baik dan perlu saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang bermanfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama(sociaal belang).

3.      Tentang zaman yang akan datang, maka rakyat kita ada di dalam kebingungan. Sering kali kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan laras untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing yang sukar didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah kita acap kali merusak sendiri kedamaian hidup kita. Lagi pula kita sering juga mementingkan pengajaran yang hanya menuju terlepasnya fikiran (intelektualisme), padahal pengajaran itu membawa kita kepada gelombang kehidupan yang tidak merdeka (economishch afhankelijk) dan memisahkan orang- orang  terpelajar dengan rakyatnya. Di dalam jaman kebingungan ini seharusnya keadaban kita sendiri (cuultuurhistorie) kita pakai sebagai petunjuk jalan untuk mencari penghidupan baru, yang selaras dengan kodrat kita dan akan memberikan kedamaian dalam hidup kita. Dengan keadaban bangsa kita sendiri kita lalu pantas berhubungan bersama-sama dengan keadaban bangsa asing.

4.       Oleh karena pengajaran yang hanya didapat oleh sebagian kecil dari rakyat kita itu tidak berfaedah untuk bangsa, maka haruslah golongan rakyat yang terbesar dapat pengajaran secukupnya. Kekuatan bangsa dan negara itu adalah jumlahnya kekuatan orang-orangnya. Maka dari itu lebih baik memajukan pengajaran untuk rakyat umum dari pada meninggikan pengajaran, kalau usaha meninggikan ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengajaran.

5.      Untuk berusaha menurut asas yang merdeka dan leluasa, maka kita harus bekerja menurut kekuatan kita sendiri. Walaupun kita tidak menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin, haruslah ditolak. Itulah jalannya orang yang tidak mau terikat atau terperintah pada kekuasaan, karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri.

6.      Oleh karena kita bersandar pada kekuatan kita sendiri, maka haruslah segala belanja dari segala usaha kita itu dipikul sendiri dengan uang pendapatan biasa. Inilah yang kita namakan,”zelfbedruipings systeem”, yang jadi alatnya semua usaha yang hendak hidup tetap dengan berdiri sendiri.

7.      Dengan tidak terikat lahir dan batin, serta dengan suci hati, berniatlah kita berdekatan dengan Sang Anak. Kita tidak meminta suatu hak, akan tetapi menyerahkan diri akan berhamba kepada Sang Anak.
 Pernyataan Asas Tamansiswa 1922 yang aslinya ditulis dalam Bahasa Belanda dan merupakan intisari dari gagasan Ki Hadjar Dewantara yang disampaikan sebagai pidato pada hari pembukaan berdirinya Tamansiswa pada tanggal 3 Juli 1922 M itu, jelas merupakan asset kerochanian yang luar biasa yang mengandung gagasan-gagasan besar yang segera bergaung di seluruh penjuru Nusantara[bersambung]
Baca Artikel Lanjutannya :
http://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/07/mengenang-94-tahun-tamansiswa-3-juli_2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar