Keterangan Gambar: Ki Suryo Adi Putro, mengajar murir-murid Taman Muda Tamansiswa Bandung (1925
-1929), di Cikakak -Bandung. Ketua Majelis Cabang Bung Karno.
Tamansiswa Bandung berdiri pada tanggal 7-7-1925. Lihat Buku 30 Tahun
Tamansiswa.Sumber Gambar;Wikipedia
2.Berdirinya Perguruan Tamansiswa.
Ki Hadjar Dewantara termasuk pejuang dan tokoh
pergerakan yang paling vokal melancarkan krtitik tajam terhadap sistem
pendidikan yang diciptakan Pemerintah Hindia Belanda yang disebutnya sebagai
Sistem Pendidikan Kolonial.
Istilah Sistem Pendidikan Kolonial, baru muncul
menjadi suatu antitese yang tajam setelah Ki Hadjar Dewantara mendirikan
Perguruan Nasional Tamansiswa. Antitese Sistem Pendidikan Kolonial adalah
Sistem Pendidikan Kebanggsaan atau Sistem Pendidikan Nasional yang ingin
diwujudkan Ki Hadjar Dewantara melalui Perguruan Tamansiswa.
Sekalipun para pendiri Perguruan Tamansiswa adalah
para ksatria Jawa, tetapi Ki Hadjar Dewantara menghindari gagasan nasionalisme
Jawa yang dianut Budi Utomo, atau pun
nasionalisme Islam yang dianut Serikat Islam. Suwardi juga menghindari
nasionalisme barat seperti yang digagas
oleh Cipto Mangunkusumo.
Nasionalisme yang dianut Tamansiswa adalah
nasionalisme Hindia, sebagaimana yang telah digagas oleh Douwes Dekker dengan
IP nya maupun nasionalisme NIP-SH. Hanya bedanya NIP-SH bergerak dalam ranah
politik. Tamansiswa bergerak dalam ranah pendidikan dan kebudayaan.
Namun demikian sungguh keliru jika ada yang menganggap
corak nasionalisme Ki Hadjar Dewantara itu anti barat, apa lagi anti Islam.
Corak nasionalisme Ki Hadjar Dewantara mencakup aspek yang luas yang bersifat
humanis, religius, dan universal. Bukan nasionalisme yang chauvinistik dan
sempit.
Ki Hadjar Dewantara
menamakan intitusi yang didirikannya sebagai National Instituut Ondewijs
Tamansiswa. Secara harfiah berarti: Lembaga Pengajaran Nasional Tamansiswa.
Tetapi kata onderwijs sering diterjemahkan menjadi pendidikan, sehingga nama
lembaga pendidikan yang didirikan Ki Hadjar Dewantara itu sering diterjemahkan
sebagai: Perguruan Nasional Tamansiswa.
Pencantuman kata nasional, menjadikan Tamansiswa
sebagai institusi pendidikan yang radikal
sekaligus juga reformis di bidang pendidikan dan kebudayaan. Dengan
mencantumkan kata nasional, Ki Hadjar Dewantara telah menciptakan institusi
pendidikan yang menantang institusi pendidikan yang bersifat kolonial yang
diciptakan pemerintah Hindia Belanda.
Maka dalam masyarakat Hindia Belanda muncul dua sistem
pendidikan yang bertentangan secara diametral, yakni Sistem Pendidikan Nasional
yang diciptakan Ki Hadjar Dewantara melalui Tamansiswa dan Sistem Pendidikan
Kolonial yang diciptakan pemerintah Hindia Belanda. Melalui Sistem Pendidikan
Kolonial didirikanlah sekolah-sekolah model barat hasil Kebijakan Politik Etis
yang bertujuan memperkuat kepentingan kolonialisme Hindia Belanda. Jika Sistem
Pendidikan Kolonial ditujukan untuk melestarikan kepentingan kolonial di tanah
jajahan, maka Sistem Pendidikan Nasional Tamansiswa ditujukan untuk
memperjuangkan kepentingan Nasional Pribumi yang terjajah.
Ki Hadjar Dewantara melalui Perguruan Tamanasiswa
melakukan langkah-langkah pembaharuan yang lebih mendalam dan tidak sekedar
mengambil alih kurikulum sekolah-sekolah Belanda sebagai suatu cetak biru yang
tidak boleh diganggu gugat. Ki Hadjar Dewantara menciptakan suatu sistem
pendidikan yang inovatif mulai dari
kurikulum, strategi pembelajaran, pendekatan kepemimpinan, proses belajar
mengajar, sistem organisasi pengelolaan, bahan ajar, landasan dan asas perjuangan sampai tujuan pendidikan yang
hendak dicapai, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tujuan
yang bersifat kelembagaan, mapun tujuan pendidkan yang bersifat ideologis
filosofis.
Tujuan kelembagaan, strategi dasar, dan landasan
perjuangan yang diperlukan untuk mewujudkan suatu Sistem Pendidikan Nasional,
diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam pidato pembukkan Tamansiswa pada
tanggal 3 Juli 1922. Isi pidato itu
kemudian dirumuskan dalam suatu dokumen yang dikenal dengan Pernyataan
Asas atau Beginsel Verklaring yang terdiri dari tujuh alinea yang masing-masing
alinea itu berisi asas-asas atau dasar-dasar dan strategi perjuangan untuk mewujudkan
Sistem Pendidikan Nasional .
.Secara garis besar Beginsel Verklaring yang kemudian
dikenal sebagai Pernyataan Asas Tamansiswa 1922, berisi asas perjuangan, pokok-pokok pikiran,
gagasan, konsep dasar dan pandangan Ki
Hadjar Dewantara di tengah-tengah masyarakatnya.
Melaui Pernyataan Asas itu, Ki Hadjar Dewantara
memandang pendidikan adalah suatu medan perjuangan maha penting yang bukan
hanya perlu untuk memperbaiki kondisi-kondisi masyarakat yang terjajah yang
jauh dari kondisi-kondisi masyarakat yang ideal, tetapi pendidikan juga penting
sebagai alat, sarana dan strategi untuk mewujudkan masyarakat ideal yang
dicita-citakannya.
Dengan Pernyataan Asas itu, Ki Hadjar Dewantara
memandang pengertian pendidikan bukan dalam arti yang sempit. Tetapi pendidikan
diletakkan dalam pandangan yang luas sebagai suatu sistem yang berkaitan dengan
seluruh aspek kehidupan manusia yang luas yakni aspek kebudayaan dari suatu
bangsa yang beradab.
Pernyataan Asas Tamansiswa 1922, di samping sebagai suatu antitese
terhadap Sistem Pendidikan Kolonial, juga berisi kritik-kritik yang tajam terhadap praktek-praktek dari Sistem
Pendidikan Kolonial. Yaitu suatu Sistem Pendidikan yang tidak memihak kepada
kepentingan Pribumi sebagai rakyat yang terjajah dan tertindas. Isi dari
Beginsel Verklaring Tamansiswa 1922 M yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa
Indonesia terdiri dari tujuh buah alinea sbb:
1.
Hak seseorang
akan mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengingat tertib
damainya persatuan dalam perikehidupan umum (maatschappelijke saamhoorigheid)
itulah asas kita yang pertama. Tertib dan Damai (Orde en Vrede) itulah tujuan
kita yang setinggi-tingginya. Tidak ada ketertiban terdapat kalau tidak
bersandar pada perdamaian. Sebaliknya tak akan ada orang hidup damai, jika ia
dirintangi dalam segala syarat kehidupannya. Bertumbuh menurut kodrat
(natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan
harus dimerdekakan seluas-luasnya. Karena itu pendidikan yang beralaskan syarat
“paksaan-hukuman-ketertiban” (regering-tuch en orde) itulah kita anggap
memperkosa hidup kebatinan anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu
pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak,
lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Itulah yang kita namakan “Among
methode”
2.
Dalam sistem
ini, maka pelajaran berarti mendidik anak-anak akan menjadi manusia yang
merdeka batinnya, merdeka fikirannya dan merdeka tenaganya. Guru jangan hanya
memberi pengetahuan yang baik dan perlu saja, akan tetapi harus juga mendidik
si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan
umum. Pengetahuan yang baik dan perlu yaitu yang bermanfaat untuk keperluan
lahir dan batin dalam hidup bersama(sociaal belang).
3.
Tentang zaman
yang akan datang, maka rakyat kita ada di dalam kebingungan. Sering kali kita
tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan laras untuk hidup kita,
padahal itu adalah keperluan bangsa asing yang sukar didapatnya dengan alat
penghidupan kita sendiri. Demikianlah kita acap kali merusak sendiri kedamaian
hidup kita. Lagi pula kita sering juga mementingkan pengajaran yang hanya
menuju terlepasnya fikiran (intelektualisme), padahal pengajaran itu membawa
kita kepada gelombang kehidupan yang tidak merdeka (economishch afhankelijk)
dan memisahkan orang- orang terpelajar
dengan rakyatnya. Di dalam jaman kebingungan ini seharusnya keadaban kita
sendiri (cuultuurhistorie) kita pakai sebagai petunjuk jalan untuk mencari
penghidupan baru, yang selaras dengan kodrat kita dan akan memberikan kedamaian
dalam hidup kita. Dengan keadaban bangsa kita sendiri kita lalu pantas
berhubungan bersama-sama dengan keadaban bangsa asing.
4.
Oleh karena pengajaran yang hanya didapat oleh
sebagian kecil dari rakyat kita itu tidak berfaedah untuk bangsa, maka haruslah
golongan rakyat yang terbesar dapat pengajaran secukupnya. Kekuatan bangsa dan
negara itu adalah jumlahnya kekuatan orang-orangnya. Maka dari itu lebih baik
memajukan pengajaran untuk rakyat umum dari pada meninggikan pengajaran, kalau
usaha meninggikan ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengajaran.
5.
Untuk berusaha
menurut asas yang merdeka dan leluasa, maka kita harus bekerja menurut kekuatan
kita sendiri. Walaupun kita tidak menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi
kalau bantuan itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin, haruslah
ditolak. Itulah jalannya orang yang tidak mau terikat atau terperintah pada
kekuasaan, karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri.
6.
Oleh karena kita
bersandar pada kekuatan kita sendiri, maka haruslah segala belanja dari segala
usaha kita itu dipikul sendiri dengan uang pendapatan biasa. Inilah yang kita
namakan,”zelfbedruipings systeem”, yang jadi alatnya semua usaha yang hendak
hidup tetap dengan berdiri sendiri.
7.
Dengan tidak
terikat lahir dan batin, serta dengan suci hati, berniatlah kita berdekatan
dengan Sang Anak. Kita tidak meminta suatu hak, akan tetapi menyerahkan diri akan
berhamba kepada Sang Anak.
Pernyataan Asas Tamansiswa 1922 yang aslinya
ditulis dalam Bahasa Belanda dan merupakan intisari dari gagasan Ki Hadjar
Dewantara yang disampaikan sebagai pidato pada hari pembukaan berdirinya
Tamansiswa pada tanggal 3 Juli 1922 M itu, jelas merupakan asset kerochanian
yang luar biasa yang mengandung gagasan-gagasan besar yang segera bergaung di
seluruh penjuru Nusantara[bersambung]Baca Artikel Lanjutannya :
http://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/07/mengenang-94-tahun-tamansiswa-3-juli_2.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar