Entri yang Diunggulkan

Kahyangan Suralaya, Tempat Tinggal Para Dewa

Legenda adalah kisah tentang orang, kejadian, atau peristiwa yang dibuat berdasarkan fantasi dengan maksud untuk menimbulkan kekaguman...

Selasa, 02 Agustus 2016

[2] Jejak - Jejak Nasionalisme Ki Hadjar Dewantara dan Sejarah Perjuangannya(02)




Setelah berhasil menjadi Gusti yang dipertuan di Maluku, Belanda merasa bahwa Maluku ternyata kurang staregis untuk menegakkan monopoli di seluruh wilayah Hindia. Ada 4 kota yang dijadikan pertimbangan Kumpeni guna membangun basis kekuasaan dan markas besarnya untuk menggantikan Ambon. Keempat kota itu adalah Malaka, Banten, Jayakarta dan Jepara. Dari keempat kota itu, yang dianggap paling lemah adalah Jayakarta. Malaka jelas dilindungi Portugal. Banten pasti akan dipertahankan mati-matian oleh Kesultanan Banten dan Jepara ada dibawah perlindungan Mataram yang tengah naik daun sebagai kekuatan baru di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan Jayakarta, tengah terlibat persaingan dengan Banten. Pangeran Jayakarta ingin mengembangkan Jayakarta guna menyaingi Banten sebagai bandar yang besar. Gagasan Pangeran Jayakarta itu mengakibatkan konflik dirinya dengan penguasa Banten. Padahal pertahanan Jayakarta tidak sekuat Banten maupun Jepara. Kebetulan di tiga kota di Pantai Utara Pulau Jawa itu, Kumpeni  sudah mendirikan gudang dan loji dengan mendapatkan ijin dari penguasa setempat.

Di Jayakarta, Kumpeni berhasil membangun gudang dan bangunan loji di sebelah kanan Sungai Ciliwung, sedangkan Inggris dan Portugal membangunnya di sebelah kiri Sungai Ciliwung. Dalem atau Istanan Pangeran Jayakarta juga terletak di sisi kiri sungai yang membelah bandar Jayakarta itu. Kumpeni segera mengambil tindakan ofensif untuk menaklukan Jayakarta.  Sang Penakluk, bukannya Pieter Both. Tetapi penggantinya Jan Pieterzoon Coen. Coen adalah seorang gubernur Jendral yang cakap dan berbakat, seorang penganut Calvijnisme yang taat, ahli pembukuan, disipilin dan tegas, ahli stategi yang memiliki pandangan tajam, tetapi sering brutal dan kasar. Pembunuhan dan penghancuran penduduk Banda dilakukan atas perintahnya (1621 M).  

Coen tahu persis bahwa Inggris di Hindia Timur tidak memiliki pertahanan yang kuat seperti di India. Sedangkan Portugal sedang mengalami masalah dalam kordinasi internalnya. Pada tahun 1619 M,  di Eropa Barat Pemerintah Inggris dan Belanda tengah meratifikasi perjanjian kerjasama antar kedua negara agar kepentingan kedua negara di Kepulauan Nusantara atau Hindia Timur tidak menimbulkan konflik. Paling tidak agar supaya  antara Perusahaan Dagang Inggris dan VOC di Hindia Timur tidak saling baku hantam dan berebut wilayah.  Saat itu Inggris sudah berhasil menancapkan pengaruhnya di Bengkulu dan tengah berusaha menguasai Jawa. Sedangkan wilayah luar Jawa, khususnya Maluku menjadi porsi Belanda dan tak akan diganggu- gugat Inggris. Tetapi sebelum perjanjian itu ditandatangani, Coen cepat mengambil langkah ofensif. Coen segera memimpin armadanya yang dipersiapkan dari pangkalannya di Ambon untuk menyerbu Jayakarta.

Inggris yang tak menyadari akan diserang, tak dapat berbuat banyak. Gudang dan loji Inggris yang berada di sisi kiri Ciliwung, dihujani peluru meriam, diserbu pasukan Coen, dibakar dan diratakan dengan tanah. Demikian pula gudang Portugal. Pasukan Inggris yang menjaga gudang dan lojinya, segera melarikan diri meninggalkan Jayakarta.

Sementara itu, Pangeran Jayakarta dan keluarganya, jauh-jauh hari malah sudah mengungsi lebih dulu ke Banten.  Coen yang membawa 17 buah kapal dan 1100 pasukan dari Ambon itu, segera menyerbu Dalem Pangeran Jayakarta, kemudian membakarnya. Hampir seluruh bangunan yang ada  diratakannya dengan tanah. Hanya bangunan Kastil Batavia yang dibiarkan utuh. Di atas reruntuhan puing-puing bangunan lama, pada tahun 1619 M itu, dengan gagah Coen memproklamirkan berdirinya Kerajaan Jakarta dan dia menobatkan dirinya sendiri menjadi Raja Jakarta. Coen adalah orang Belanda pertama yang sukses menjadi Gusti  di tanah Jawa. Tetapi penduduk Belanda sendiri lebih suka menyebutnya sebagai Koninkrijk Batavia atau Kerajaan Batavia yang mewakili Pemerintah Belanda di Hindia Timur. Kata Batavia diambil dari kata Bataaf, yakni nenek moyang bangsa Belanda yang gagah berani dan legendaris.

Coen segera memperluas wilayah Batavia kearah barat, timur dan selatan dan menjadikannya Kastil Batavia Ibu Kota dan pusat pemerintahannya. Sekalipun Coen sudah memproklamirkan berdirinya Kerajaan Batavia, tetapi Banten maupun Mataram tidak mau mengakuinya. Maka pada dasawarsa ke dua abad 17 M itu, di Pulau Jawa terjadi rivalitas segitiga antara tiga kekuatan, yakni Mataram, Banten dan Batavia.

Mataram yang merasa dapat mengerahkan ribuan pasukan, dan berambisi untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa, segera melakukan tindakan ofensif untuk menaklukan Batavia.  Maka pada tahun 1628 M, ribuan tentara Mataram membanjiri Batavia dan berbulan-bulan mengepung Kastil Batavia yang memiliki benteng pertahanan yang amat kokoh. Mataram mencoba menyerang Batavia tidak hanya dari arah darat. Tetapi juga dari arah laut. Namun  Angkatan Laut Mataram dengan mudah dihancurkan  Angkatan Laut Batavia yang sudah berpengalaman menghadapi pertempuran  di tengah laut. Akhirnya  Mataram gagal menaklukan Batavia. 

Pada tahun 1629 M, kembali Mataram mengirimkan ribuan tentara ke Batavia untuk melakukan penaklukan yang ke dua kalinya. Usaha ke dua ini pun mengalami kegagalan.

Dalam konflik Batavia-Mataram itu, Banten hanya berperan sebagai penonton di pinggir lapangan. Sebab Banten khawatir, bila membantu Mataram dan Mataram keluar sebagai pemenang, akhirnya Mataram  akan menaklukan Banten juga. Tetapi kelak, yang terjadi adalah, bukan Mataram yang menaklukan Banten. Tetapi Kumpenilah yang menaklukan Banten. Karena dalam konflik Batavia- Mataram, akhirnya Kumpeni secara perlahan-lahan mampu keluar sebagai pemenangnya.

Gagal dengan dua kali usaha penaklukkan Batavia, membuat semangat Mataram untuk melakukan ofensif terhadap kekuatan Kumpeni semakin surut. Coen sendiri meninggal pada tahun 1629 M, tidak lama setelah sukses menyelamatkan Batavia dari serbuan tentara Mataram.

Surutnya Mataram memberi peluang Kumpeni untuk melakukan ofensif di luar Jawa. Pada tahun 1641 M, Kumpeni berhasil menaklukkan Portugal di Malaka, hingga sejak itu Malaka berada di bawah kendali Batavia. Pada tahun 1645 M, Sultan Agung (1613-1645 M), Penguasa Mataram, musuh besar Kumpeni, wafat. Penggantinya Amangkurat I, adalah raja yang lemah. Dia segera berdamai dengan Batavia. Tentu saja ajakan damai itu mendapat sambutan hangat dari Batavia. Sebab uluran damai itu, dapat diartikan sebagai pengakuan Mataram atas kedulatan Belanda di Batavia. Belanda segera mengirim duta dan utusan ke Mataram disertai sejumlah barang hadiah yang amat banyak khusus untuk Amangkurat I dan yang membuatnya girang bukan main.

Masa damai dengan Mataram, kembali memberikan peluang kepada Kumpeni untuk kembali melakukan ofensif di luar Jawa. Pada tahun 1660 – 1669 M, Kumpeni terlibat perang dengan Kerajaan Makassar yang berakhir dengan kekalahan Makassar. Jatuhnya Makassar mempercepat Kumpeni untuk melakukan penaklukan di   luar Jawa di wilayah bagian Tengah dan Timur.   

Di Pulau Jawa sendiri ofensif Kumpeni juga terus meningkat. Pada tahun 1677 M, Kumpeni membantu Mataram memadamkan pemberontakan Trunojoyo. Trunojoyo, pejuang asal Madura berhasil menduduki Kraton Mataram di Plered dan mengusir Amangkurat I dari Istananya. Amangkurat I mangkat dalam perjalanan menuju Batavia guna meminta bantuan sahabatnya, Kumpeni. Akhirnya Amangkurat II, naik tahta Mataram. Dengan bantuan Kumpeni, raja baru itu berhasil mengakhiri perjuangan Trunojoyo. Sebagai balas jasa, Kumpeni memperoleh wilayah Priangan. Sejak 1677 M, wilayah Priangan berada di bawah kekuasaan Batavia. Tahun 1683 M, Kumpeni sukses pula menaklukan Banten dan mengusir Inggris dari seluruh wilayah Banten.

Pada tahun 1705 M, terjadi konflik perebutan tahta Mataram antara Pangeran Puger, adik Amangkurat II, dengan Sunan Mas atau Amangkurat III, putra Amangkurat II. Jadi konflik antara paman dan kemenakan. Belanda berpihak kepada Pangeran Puger, menobatkannnya sebagai Raja Mataram dengan gelar Pakubuwono I. Sunan Mas berrhasil ditangkap Belanda dan dibuang ke Ceylon. Atas jasanya ini Kumpeni memperoleh wilayah Semarang, Sumenep, dan diberi hak untuk mengelola seluruh Pantai  Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mataram masih diwajibkan setor 800 koyan beras setiap tahun kepada Belanda selama 25 tahun. Demikianlah, secara bertahap Belanda mulai menjadi Gusti yang diberi makan secara gratis oleh rakyat Mataram.

Pemberontakan kembali meletus di Kartasura pada tahun 1742 M. Mas Garendi, putra Sunan Mas dengan bantuan orang-orang China yang sakit hati, karena Kumpeni melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang China di Batavia(1740 M), berhasil menguasai Istana. Pakubuwono II dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Ponorogo. Kumpeni turun tangan memadamkan pemberontakan dan berhasil mengembalikan tahta Kraton Mataram ketangan Pakubuwono II. Sebagai imbalan, Kumpeni mendapat kompensasi, seluruh wilayah Pesisisir Pantai Utara Pulau Jawa diserahkan sepenuhnya kepada Kumpeni. Kumpeni juga mendapat hak politik yang penting yakni hak untuk mengangkat setiap patih Kerajaan Mataram. Usai pemberontakan Mas Garendi, Pakubuwono II memindahkan Kraton Mataram ke Surakarta.

Di Surakarta, Pakubuwono II (1726 – 1749 M) sakit-sakitan dan muncul lagi pemberontakan yang lebih kuat yang dipimpin oleh adiknya sendiri Pangeran Mangkubumi dan kemenakannya Raden Mas Said.  Pada tahun 1749 M, dari atas ranjang kematiannya, Sang Raja yang sedang gering, menyerahkan kedaulatan Kerajaan Mataram kepada Batavia. Dengan sigap dan cekatan Kumpeni menyambut peluang emas itu. Tak lama kemudian Pakubuwono II wafat dan Kumpeni mengangkat Pakubuwono III keatas tahta Kerajaan Mataram. Sejak itu sebenarnya Kerajaan Mataram praktis sudah berada di bawah kendali Batavia dan Kerajaan Nederland.

Selama lima tahun berperang melawan Mangkubumi dan Raden Mas Said, ternyata pasukan gabungan Kumpeni dan tentara Kerajaan tak mampu menaklukannya. Bahkan wilayah Sunan Pakubuwono III semakin menyusut, kraton terkepung dari segala penjuru oleh gabungan pasukan Mangkubumi-Raden Mas Said. Kraton Surakarta berada di ujung tanduk.

Akhirnya melaui Perjanjian Giyanti (1755 M ) dan Perjanjian Salatiga (1757 M), Kumpeni memecah Kerjaan  yang sempat menjadi yang terkuat di Pulau Jawa itu menjadi tiga kerajaan, yakni Surakarta, Mangkunegaran dan Yogyakarta.

Dengan pemecahan Kraton Mataram menjadi tiga dan mengendalikannya, praktis Batavia berhasil  menjadi satu-satunya Gusti yang berkuasa di Tanah Jawa. Kita melihat betapa Belanda sangat  piawi memahami makna persatuan. Di tanah airnya sendiri Belanda membangunan nasioanlisme patriotik bebasis persatuan dengan cara mengintegrasikan tujuh provinsi di Nederland dan  membentuk United Kingdom of Nederland atau Persatuan Kerajaan Nederland.

Dengan cara demikian bangsa Belanda akan mampu menghadapi ancaman dari negeri tetangganya yang relatip lebih besar dan kuat baik dari segi wilayah maupun jumlah penduduk, yang setiap saat bisa menjadi ancaman baginya. Tetapi di Jawa, Belanda justru memecah belah Mataram agar menjadi lemah serta berusaha memadamkan bangkitnya api nasioanlisme patrotik berbasis persatuan di antara mereka.

Dan nampaknya missi Belanda ini sukses. Terbukti ketiga kerajaan pecahan Mataram itu tidak pernah bisa bersatu dan masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk bisa unggul terhadap yang lainnya. Mereka berlomba-lomba bukan untuk meraih keunggulan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Tetapi mereka berlomba-lomba untuk meraih keunggulan di bidang budaya, kesenian, dan filsafat mistik yang bersifat spekulatif.  Dapat kita mengerti bila pada abad ke-19 M, merupakan masa-masa subur dari bangkitnya kebudayaan dan kesenian Jawa.

Dalam perlombaan di bidang kebudayan, nampaknya Kraton Surakarta berada di barisan depan, baru disusul Mangkunegaran. Pada episode ini muncul pujangga-pujangga kraton Surakarta yang amat terkenal seperti Yasadipura I, Yasadipura II dan Pujangga terbesar sekaligus penutup, Rangga Warsita (1803 -1873 M). Karya Sastra Jawa yang bermutu tinggi amat produktif dihasilkan pada masa ini, tetapi sebagian besar adalah sastra suluk yang berisi tasawuf dan mistik dengan corak Islam Kejawen yang merupakan perpaduan antara mistik Hindu-Budha dan mistik Islam.

Di Surakarta juga muncul Raja-Pujangga, seperti Pakubuwono IV dan Mangkunegoro IV, yang juga menghasilkan karya sastra bermutu seperti Wulangreh (PB IV), Weda Tama dan Tri Pama ( Mangunegoro IV).

Kesultanan Yogyakarta, kemudian juga Pakualaman, di bidang kesusastraan agak tertinggal dari Surakarta dan Mangkunegaran. Akan tetapi mampu meraih keunggulan dibidang sosial kemasyarakatan. Karena, di wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman kelak pada abad ke -20 M, lahirlah dua organisasi Pendidikan dan Kemasyarakatan yang modern yakni Muhammadiyah (1912 M) dan Tamansiswa (1922 M). Muhammadiyah didirikan dengan mendapat restu dari SHB VII, sedangkan Tamansiswa berdiri bukan hanya mendapat dukungan dari Paku Alam VII, tetapi juga didirikan oleh ksatria dari Pakualaman sendiri, Suwardi Suryaningrat. Baik Tamansiswa maupun Muhammadiyah sama-sama mengembangkan nasionalisme patriotik.

Muhammadiyah menggalinya dari ajaran Islam, sehingga corak nasionalisme bersifat patriotik Islami. Sedang Tamansiswa menggalinya dari alam gagasan kebudayan Jawa, sehingga corak nasionalismenya bersifat patriotik religius.  Baik Tamansiswa maupun Muhammadiyah menyadari pentingnya persatuan di antara sesama anak bangsa. Hanya saja strategi yang ditempuhnya bebeda. Tamansiswa bersikap nonkoperatif terhadap Pemerintah Hindia Belanda dan koperatif terhadap Pemerintah  Jepang. Sedang Muhammadiyah bersikap koperatif, baik terhadap Pemerintah Belanda maupun Jepang. Sebagian besar Kerabat Pakualaman aktif dalam organisasi Budi Utomo yang sebagian besar juga menempuh jalan koperatif terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa Pemerintahan Jepang, Ki Hadjar Dewantara dan Kiai Haji Mas Masyur bersama-sama Bung Karno dan Bung Hatta dikenal dengan sebutan Empat Serangkai yang duduk di dalam kepemimpinan PUTERA.[Bersambung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar