Entri yang Diunggulkan

Kahyangan Suralaya, Tempat Tinggal Para Dewa

Legenda adalah kisah tentang orang, kejadian, atau peristiwa yang dibuat berdasarkan fantasi dengan maksud untuk menimbulkan kekaguman...

Jumat, 07 April 2017

[03]Jejak-Jejak Nasionalisme Ki Hadjar Dewantara dan Sejarah Perjuangannya




4.Akhir Dari Kejayaan VOC
Setelah berhasil menjadi Gusti di Tanah Jawa dan sejumlah wilayah lain di luar Jawa, Kumpeni tetap konsisten dengan tujuan semula yakni datang ke Hindia Timur untuk berdagang dengan cara menegakkan monopoli perdagangan sesuai dengan ajaran mashab ekonomi Merkantilisme. Memang pada abad 16-18 M, mashab inilah yang populer dianut oleh kaum kapitalis negara-negara Eropa Barat.
Tetapi pada perempat akhir abad 18 M, Ekonomi Merkantilisme dengan praktek monopolinya mendapatkan kritikan tajam dari seorang ekonom dan filosof jenius  yang amat berbakat dari Scotlandia, Inggris, Adam Smith ( 1723 -1776 M). Karya terbesarnya di bidang ekonomi yang berisi kritik yang tajam terhadap praktek ekomomi kapitalistik yang monopolistik ajaran mashab Merkantilisme adalah sebuah buku yang berjudul : Inquiri into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Secara ringkas sering disebut The Wealth of Nations. Isinya sebenarnya berisi ajaran bangaimana cara suatu bangsa bisa menjadi kaya, sejahtera, makmur dan berkelimpahan.
Dia mengecam ajaran mashab ekonomi Merkantilisme, yang mengedepankan praktek monopoli sebagai satu-satunya cara untuk meraih laba  sebesar-besarnya, dan yang memberikan peluang campur tangan pemerintah yang terlalu besar dalam urusan produksi, distribusi dan ekonomi masyarakat.
Dia menggagas sistem ekonomi liberal, persaingan bebas, menghapuskan monopoli, mengurangi campur tangan pemerintah, menguraikan hukum permintaan dan penawaran, mendorong kerjasama antar negara dengan  pembebasan tarif masuk dan menganjurkan peningkatan keunggulan komparatip masing-masing negara dan wilayah. Melaui mahakaryanya itu, Adam Smith menggasas nasionalisme ekonomi dan welfare state atau negara  kesejahteraan yang sesuai dengan jamannya, yakni jaman masyarakat industri bebasis  sain dan teknologi.
Adam Smith percaya kepada kebenaran hukum Alam,- semacam hukum kodrat alam dalam alam gagasan kebudayaan Jawa yang dipopulerkan oleh Ki Hadjar Dewantara di lingkungan Tamansiswa. Adam Smith percaya bahwa setiap negera dan wilayah mendapat anugerah alam secara sendiri-sendiri yang bersifat khas dan unik untuk kelangsungan hidup masyarakat di wilayahnya, sehingga tiap negara dan wilayah pastilah memiliki keunggulan komparatip sendiri-sendiri.
Dua atau beberapa negara yang saling behubungan dan bekerjasama secara setara dan berkompetisi secara sehat, mengembangkan keunggulan masing-masing yang bersifat khas dan unik, justru akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran secara bersama-sama antar negara yang saling bekerja sama. Dengan demikian yang akan tercipta justru adalah perdamaian, keadilan ,kemakmuran dan kesejahteraan dunia.
Sebenarnya gagasan Adam Smith yang kelak dijadikan pegangan pemerintah Inggris dalam mengelola tanah jajahannya, bertolak dari anggapan dasar bahwa hubungan antara produsen dan konsumen dalam kerangka produksi sistem Kapitalis  berbasis pasar bebas, merupakan hubungan yang erat, saling membutuhkan dan tak terpisahkan. Gagasan itu hampir-hampir mirip gagasan Manunggaling Kawula-Gusti dalam konsep kekuasaan  dalam Kebudayaan Jawa. Setiap Kawula membutuhkan Gusti dan setiap Gusti membutuhkan Kawula, sehingga hubungan keduanya harus manunggal agar tercipta suatu tata, orde atau tertib alam semesta yang harmonis. Kemanunggalan Kawula dan Gusti akan berakibat bagi terwujudnya keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan dan keadilan sebagai wujud dari keseimbangan alam semesta.
Nampak jelas bahwa gagasan Adam Smith sebenarnya bertolak dari penghargaan yang tinggi terhadap perdamaian, mendorong kerjasama antar negara penghuni muka bumi   dan menjunjung tinggi  kemanusiaan.  
Tetapi memang idiom yang digunakan untuk melukiskan persaingan bebas dan gambaran nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya sering terasa agak kasar dan seperti mengabaikan aspek moral hingga kesan yang muncul adalah animal economic yang tengah bersaing secara kejam, karena berpegang pada semboyan the survive is the fitnest yang berasal dari ajaran Darwinisme.
Tetapi bila ditelaah secara hati-hati, Smith sebenarnya bermaksud membela kepentingan konsumen, karena dengan persaingan sempurna yang menjunjung tinggi fairness atau kejujuran di antara para prudusen, maka pada akhirnya kebutuhan konsumen akan terpuaskan secara optimal.
Anggapan bahwa Smith seakan-akan mengabaikan aspek moral, tidak benar juga. Smith percaya, bahwa secara kodrati dan alamiah, pada dasarnya setiap manusia adalah baik. Tetapi Smith memang mengkritik standar moral pada jaman itu yang ditetapkan pihak gereja konservatif secara sewenang-wenang, sekaligus juga kritikan terhadap doktrin kuno Gereja jaman itu bahwa aktivitas perdagangan sama dengan aktivitas membungakan uang, karenanya dianggap bertentangan dengan Alkitab. Adam Smith memang salah satu pelopor pengembangan ilmu pengetahuan yang bersifat nonetik, dengan maksud untuk memperoleh obyektivitas dalam pandangan keilmuan.    
Memang salah satu kelemahan sitem ekonomi liberalis bila tidak ada campur tangan pemerintah adalah timbulnya disparitas yang tajam antara pendapatan produsen yang terdiri dari kaum kapitalis dengan pendapatan konsumen yang kebanyakan adalah rakyat biasa. Tetapi kelemahan ini bisa diatasi sebagaiman disarankan oleh John Maynard Keyness(1883-1946 M), yakni Pemerintah harus proaktif berperan sebagai Dewi Keadilan. Dengan menggunakan intrumen perpajakan, dapat dilakukan distribusi pendapatan sehingga dapat dikurangi kesenjangan antara kekayaan kaum kapitalis dan golongan-golongan lain dalam masyarakat.
Inti dari gagasan liberalisme sebenarnya adalah tidak boleh ada praktek curang, tidak adil dan tidak jujur dalam relasi antara konsumen dan produsen. Produsen yang tidak jujur, otomatis akan ditinggalkan oleh konsumen, seperti halnya juga gusti yang tidak jujur dan menindas kawula sangat layak untuk ditinggalkan kawulanya.
Dalam alam gagasan Smith, mekanisme penawaran dan permintaan dalam pasar bebas hingga terbentuknya harga, sangat sejalan dengan hukum-hukum alam semesta, yang diatur oleh tangan-tangan yang tidak tampak yang disebutnya The Invisible Hand. Smith tidak berani menyebutnya sebagai tangan-tangan Tuhan, karena dapat dipastikan bila istilah itu yang digunakan akan memperoleh reaksi keras dari pihak Gereja.
The Invisible Hand lebih diidentikkan dengan Dewi Keadilan yang tidak tampak. Dalam Kebudayaa Romawi Kuno, Dewi Keadilan sering disebut pula sebagai Nomus dan dalam Kebudayaan Jawa Kuno disebut Tata dan dalam Kebudayaan Belanda disebut Orde.
Dalam konsep mistik, penghormatan orang-orang Romawi terhadap Nomus, sama dengan penghormatan orang Jawa Kuno terhadap Tata. Bagi orang Romawi, menghormati Nomus merupakan salah satu bentuk kultus atau pemujaan terhadap Dewi Keadilan atau Justice yang dianggap sebagai sumber kesejahteraan, kemakmuran dan hidup berkelimpahan di muka bumi. Demikian pula halnya bagi orang Jawa pada masa pra Islam. Mematuhi, menghormati dan menjunjung tinggi Tata, sama halnya dengan kultus pemujaan terhadap Dewa Pemelihara Alam Semesta, yakni Dewa Wisnu dalam kepercayaan Hinduisme atau Vairochana dalam kepercayaan Budhaisme aliran Mahayana.
Hanya bedanya di dunia Barat, ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum, norma, tata tertib, dan orde, terus berlanjut, menjadi kesadaran kolektif dan menjadi bagian dari kepribadian orang  Barat yang rasional dan menjadi dasar untuk mengembangkan tatanan masyarakat yang demokratis, taat hukum, sportif, liberalistis dan humanistis. 
Tetapi di tanah air kita, ketaatan terhadap tata, norma dan tertib hukum, mendadak lenyap dari kesadaran kolektf bangsa, terutama setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya. Seakan-akan euforia kemerdekaan saat itu, dimaknai pula sebagai merdeka dari segala tata dan tertib hukum yang mengikatnya. Anehnya kemerdekaan demikian itulah yang disebut sebagai kemerdekaan gaya liberal. Padahal di negeri-negeri Barat yang liberal tak ada jenis kemerdekaan semacam itu.
Kita terjebak terus menerus pada perdebatan yang tak berjung pangkal antara pro dan kontra liberalisme. Dari segi konsepsi kita menolak liberalisme dan kapitalisme. Tetapi dalam praktek ketatanegaraan dan kemasyarakatan, baik dalam bidang politik maupun ekonomi, kita mempraktekkan gagasan-gagasan liberalisme. Akibatnya, sampai jaman reformasi, kita terus-menerus gagal menyusun formula demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
Gagasan Smith segera mendapat sambutan luar biasa dari Pemerintah Inggris, sehingga Kerajaan Inggris tercatat sebagai negara di dunia yang pertamakali menerapkan konsep-konsep ekonomi liberal, setelah sebelumnya pada abad ke-17 sudah menggagas politik liberal. Melalui gagasan Smith, Pemerintah Inggris mulai mengembangkan gagasan nasionalisme ekonomi yang berbasis liberalisme humanistik. Kebetulan ketika buku Smith itu terbit, Inggris tengah berada diambang Revolusi Industri, sehingga gagasan Smith memberi ilham dan jalan bagi Inggris memasuki masyarakat  industri bebasis mekanisasi, sain dan teknologi yang  mendahului negara manapun di dunia.
Inggris mengembangkan ekonomi liberal tidak hanya di negeri induk, tetapi juga di India yang merupakan tanah jajahan Inggris. Inggris membimbing rakyat India secara bertahap agar memperbaharui proses  produksi dengan cara-cara yang modern, ilmiah dan rasional, efisien  dan  meninggalkan cara-cara produksi yang tradisional dan irrasional. Hubungan yang harmonis antara Inggris dan India ternyata berjalan seperti yang diramalkan oleh  Smith.
Dalam waktu yang singkat, hubungan Inggris dan India, terutama pada masa Ratu Victoria yang didasarkan atas ekonomi liberalis dan kapitalistis, telah membuat kedua negara justru semakin makmur. Inggris berhasil membuktikan bahwa justru kemakmuran suatu negara akan lebih cepat terwujud dengan memberikan kebebasan, kemerdekaan dan pemberdayaan  kepada para pelaku ekonomi melalui kebijakan liberalis di bidang politik dan ekonomi, dari pada dengan cara mempraktekkan ekonomi monopolistik, pengekangan terhadap kebebasan, melakukan pemerasan, penindasan, serta berbagai tindakan represif dan eksploitatif lainnya.
Jika Adam Smith sukses meramalkan masa depan kapitalisme liberal humanistik terhadap prospek pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik dan lebih menjanjikan, dia pun sukses meramalkan masa depan  runtuhnya kapitalisme merkantilis yang menindas kemanusiaan dan mengagungkan monopoli dan dominasi.
Praktek ekonomi Merkantilistik yang monopolistik dan diskriminatip yang diterapkan oleh Kumpeni di tanah jajahannya di   Hindia Timur, merupakan contoh yang baik dari sudut sejarah ekonomi.  Apa yang diramalkan oleh Karl Mark bahwa Kapitalisme akan menemui ajalnya, karena dia akan menggali lubang kuburnya sendiri, memang terbukti. Tetapi tidak untuk Kapitalisme Liberal. Ramalan Karl Mark  memang terbukti benar pada Kapitalisme Monopilistik yang justru secara teoritis ditentang oleh Adam Smith melalui gagasan Kapitalisme Liberalnya.
Setelah Belanda melalui Kumpeni di Hindia sukses menegakkan supremasi monopoli di bidang perdagangan, memang pada awalnya VOC mampu meraih keuntungan yang spektakuler. Dalam waktu singkat nilai saham VOC di negeri Belanda naik berlipat-lipat. Tetapi ternyata kejayaan negeri rempah-rempah hanya berlangsung singkat. Memang melalui praktek monopoli VOC berhasil membanjiri pasar Eropa dengan produk  rempah- rempah yang melimpah. Tetapi apa akibatnya dari pasar yang kelebihan pasokan, supply  atau penawaran ?.  Harga rempah-rempah di pasar Eropa cenderung turun bahkan akhirnya merosot secara drastis. VOC menjadi kelabakan dan berusaha mengendalikan produksi dengan cara yang brutal. Ribuan pohon pala dan cengkeh di Kepulauan Maluku ditebang dan dibakar habis. Semua ini mengakibatkan penderitaan yang luar biasa kepada penduduk setempat, karena penduduk kehilangan mata pencaharian yang merupakan pokok kehidupan mereka. Dan terhadap masalah ini, VOC sama sekali tidak peduli.
VOC mengira dengan mengurangi produksi dan over penawaran, harga rempah-rempah di pasar Eropa akan kembali naik. Nyatanya apa yang diharapkan tidak terjadi. Harga rempah-rempah terus merosot, karena produk rempah-rempah yang dikendalikan VOC tidak mampu mempengaruhi harga pasar rempah-rempah di pasar Eropa. Sebab pada saat yang bersamaan muncul pula kompetitor baru terutama dari Afrika dan Amerika Latin, yang ternyata juga mampu menghasilkan rempah-rempah seperti yang dihasilkan Kepulauan Maluku dan wilayah Hindia Timur lainnya. Kemalangan VOC menjadi lengkap ketika pada akhir abad ke-18 M, VOC dibubarkan dengan meninggalkan sejumlah utang yang menjadi tanggungan Pemerintah Belanda.
Sementara itu Persatuan Kerajaan Belanda yang mendapat pengakuan kemerdekaan dari Raja Spanyol pada tahun 1648 M, telah dibubarkan, karena saat itu negeri Belanda diperintah oleh Republik Bataaf, suatu republik boneka bentukan Perancis. Bahkan pada tahun 1806 M, Republik Bataaf dibubarkan dan negeri Belanda dianeksasi menjadi salah satu provinsi dari Perancis. Di negerinya sendiri Belanda tidak lagi menjadi gusti. Semuanya turun derajat menjadi kawula Kaisar Napoleon dari Perancis. Tetapi di tanah jajahan, mereka masih bertahan menjadi Gusti dari kawulanya, Pribumi yang terjajah.

5.Di Bawah Pemerintahan Gusti dari Perancis dan Inggris (1807-1811M dan 1811-1816 M)
Pada akhir abad ke- 18 M  dan awal abad ke-19 M ditandai dengan tersebarnya gagasan liberalisme di bidang politik dan ekonomi yang melanda seluruh Eropa. Liberalisme sebagai suatu sistem filsafat muncul pertama kali di Inggris dalam pandangan John Locke(1632- 1704 M), yang mengusung semangat  membela kemerdekaan dan kebebasan individu sebagai bagian dari nasinolisme humanistik. Dalam karyanya Treatise on Goverment, yang berisi pandangan-pandangannya tentang kebangsaan dan kemanusiaan dia menulis sbb :
“Perbudakan adalah keadaan yang sangat hinanya bagi manusia dan langsung bertentangan dengan tabiat murah hati dan sifat ketabahan dari bangsa Inggris. Adalah suatu hal yang sukar dipahami bila seorang Inggris, apalagi seorang gentlement( baca:ksatria ), akan membela perbudakan “
Nasionalisme humanistik yang mengusung kemerdekaan dan kebebasan, sebenarnya merupakan evolusi lebih lanjut dari pandangan nasionalisme patriotik bangsa Inggris yang digagas oleh jurnalis dan filsuf Inggris pejuang kebebasan pendahulu John Lock, yakni John Milton( 1608 -  1674 M ).
Dalam jurnal yang diterbitkannya untuk membela kemerdekaan dan kebebasan dia mengemukakan pandangannya bahwa nasionalisme bukan hanya suatu perjuangan untuk kebebasan kolektif dari pada penindasan asing. Tetapi nasionalisme adalah juga pengakuan kemerdekaan perseorangan dari kekuasaan pemerintah, Gereja dan tahyul. Ideologi Liberalisme yang diusung John Milton dan juga sahabatnya John Lock sebenarnya adalah Ideologi Pembebasan Manusia sebagai mahluk individu dari berbagai bentuk penindasan, baik penindasan oleh kekuasaan Raja Absolut, Gereja  maupun tahyul dan mistikisme yang irrasional. “Berikanlah kepadaku di atas segalanya kebebasan. Kebebasan untuk mengetahui, mengucapkan dan bertukar pikiran secara merdeka sesuai dengan kata hati nurani “, tulisnya dengan nada bersemangat dalam jurnalnya Areopagitica yang gigih membela kebebasan itu.
Dari kutipan tersebut di atas jelaslah bahwa gagasan liberalisme pada awalnya merupakan perkembangan dari gagasan nasinalisme patriotik bangsa Inggris yang menolak kekuasaan absolut, baik oleh Raja maupun Gereja, dan berkembang menjadi nasinalisme humanistik yang menjunjung tinggi hak asasi dan kemanusiaan.
Kerajaan Inggris memang adalah kerajaan pertama di muka bumi yang memiliki konstitusi yang disusun bersama antara Raja dan Wakil Rakyat, yang dkenal dengan Magna Charta (1215 M) atau Konstitusi Agung. Saat Kerajaan Inggris berhasil menyusun konstitusinya, pada saat yang sama di Jawa, Ken Arok baru saja melakukan pembunuhan atas diri Akuwu Tumapel dan menobatkan dirinya sebagai penguasa  Singasari. Pada tahun 1222 M, Ken Arok berhasil menaklukkan Kediri, dia kemudian memproklamirkan berdirinya Kerajaan Singasari, menduduki tahta kerajaan  dan mengambil gelar Rajasa Girindrawardhana  Sang Amurwabhumi.  
Jika di Inggris rakyat dan raja berusaha menyelamatkan tahta kerajaan dari kemungkinan perebutan tahta yang terus menerus berkepanjangan dengan menyusun konstitusi tertulis, maka tradisi demikian tidak terjadi di kerjajaan-kerajaan dunia timur lainnya, termasuk kerajaan-kerajaan di Jawa, seperti Singasari, Majapahit, Demak, Mataram dan penerusnya yakni Kraton Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran dan Pakualaman. Konflik dan perang suksesi merupakan mata rantai kelemahan yang paling mencolok dari konsep kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa.
Dari Inggris, gagasan liberalisme menyebar ke Eropa Daratan. Pemicunya adalah Revolusi Perancis yang meletus pada tanggal 14 Juli 1789 M, yang telah melahirkan doktrin kemanusiaan yakni : Liberte, Fraternite dan Egalite ( Kebebasan, Kemerdekaan dan Persamaan ).  Baik di Inggris maupun Perancis, liberalisme mendapat dukungan yang kuat dari golongan menengah yang memiliki modal, sehingga melahirkan golongan Kapitalis Liberal yang menjadi sangat kuat dan berpengaruh, baik di lapangan ekonomi maupun politik.
Di Hindia Belanda, gagasan nasionalisme liberal dibawa oleh dua orang  pendekar yang menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda pasca runtuhnya VOC, yakni Gubernur Jendral Herman Willem Daendels( 1807- 1811 M) dan Letnan Jendral Thomas Stamford Raffles (1811- 1816 M). Hanya saja  Daendels mewakili pemerintah Perancis, sedangkan Raffles mewakili pemerintah Kerajaan Inggris. Walaupun sama-sama mengusung liberalisme, Inggris dan Perancis di Eropa  sana.  saat itu tengah berhadap-hadapan dan terlibat  dalam peperangan. Penyebabnya adalah pasca Revolusi, Perancis merosot kembali menjadi negara absolut di bawah kekuasaan Kaisar Napoleon Bonaparte (1805 – 1815 M).
Napoleon Bonaparte merupakan sosok yang unik. Jendral yang berbakat ini, sebenarnya bukanlah seorang nasionalis liberal. Dia adalah seorang nasionalis patriotik yang punya ambisi menyebarkan gagasan liberalisme  ke negeri- negeri tetanganya dan mencoba mengobarkan revolusi di sana.
Dan Napoleon bermimpi tentang keagungan Perancis yang akan menjadi pemimpin Eropa untuk mengakhiri absolutisme, tanpa menyadari bahwa dirinya sendiri adalah seorang kaisar yang absolut. Di balik semua gagasannya itu, masyarakat di luar Perancis dapat membaca ambisi teritorial Perancis yang tak dapat disembunyikannya.  Memang di bagian dunia manapun, tidak peduli dunia timur maupun barat, nasionalisme patriotik dapat merosot menjadi nasionalisme ekspansionalistik.
Maka meletuslah perang antara koalisi negara-negara monarki melawan Perancis. Inggris yang merupakan negara monarki terpaksa harus berperang menghadapi Perancis, karena Napoleon sudah mengancam untuk mendaratkan tentaranya ke Inggris. Perancis bahkan berhasil mendaratkan pasukannya di Irlandia dan mengobarkan revolusi di sana. Tetapi dalam perang laut, Armada Perancis berhasil dihancurkan Armada Inggris yang dipimpin Laksamana Nelson dalam pertempuran laut di Trafalgar. Perang antara Inggris dan Perancis di Eropa, meluas sampai di Hindia. Inggris berusaha merebut Pulau Jawa dan Perancis berusaha mempertahankannya dengan  mengirimkan Daendels untuk mempertahankan Pulau Jawa dari kemungkinan diduduki Inggris.
Gubernur Daendels yang menjadi Gusti di Tanah Jawa mewakili Pemerintah Perancis, hanya berlangsung singkat. Tahun 1811 M, sudah ditarik kembali ke Eropa, karena Napoleon memerlukan tenaganya dalam rangka persiapan ofensip menyerang Rusia yang gagal karena halangan cuaca buruk. Namun demikian gagasan liberalisme yang sempat dilaksanakan antara lain :
1.      Mengurangi hak-hak feodal penguasa Pribumi yang merugikan rakyat.
2.      Menghapuskan wajib kerja dan wajib tanam bagi penduduk.
3.      Sebagai ganti wajib kerja dan wajib tanam, penduduk diwajibkan membayar pajak tanah.
Gagasan Daendels gagal dijalankan karena Daendels tidak dapat menghindarkan diri dari kegiatan mengerahkan tenaga rakyat untuk ikut serta dalam usaha mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Proyeknya yang terkenal adalah Jalan Raya Anyer –Panarukan yang memakan banyak korban dari rakyat setempat. Tetapi jalan raya itu menjadi infrastruktur yang amat penting yang telah mengintegrasikan kota-kota di Pulau Jawa di bawah satu kendali pemerintah pusat, yakni Batavia/Bogor. 
Pulau Jawa akhirnya berhasil diduduki Inggris. Thomas Stamford Raffles diangkat menjadi Gusti di Pulau Jawa (1811 – 1816 M), dengan pangkat Letnan Jendral.
Raffles berusaha meneruskan reformasi birokrasi sejalan dengan gagasan liberalisme yang dianutnya. Gagasan pembaharuan dan reformasi yang dijalankannya antara lain adalah :
1.      Menghapuskan segala bentuk penyerahan wajib dan kerja wajib yang menjadi beban penduduk dengan memberikan kebebasan bagi penduduk untuk menjalankan kegiatan usaha, produksi dan aktivitas perdagangan.
2.      Pemerintah secara langsung mengawasi pungutan pajak tanah, hasilnya dipungut langsung oleh pemerintah tanpa perantaraan bupati. Tugas bupati terbatas pada dinas-dinas umum.
3.      Penyewan tanah-tanah negara di beberapa daerah dilaksanakan berdasarkan kontrak dan terbatas waktunya.

 Berbeda dengan VOC dan orang Belanda yang pada umumnya  konsevatip, kebijakan orang-orang Inggri seperti Raffles dalam mengelola tanah jajahannya sering bertolak dari gagasan liberalisme ekonomi humanistis yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh Adam Smith, yakni membuat kawula dan rakyat tanah jajahan relatip lebih sejahtera.
Dalam kerangka gagasan yang sejalan dengan  pandangan  Adam Smith, Rafles juga berpandangan bahwa setiap konsumen pada hakekatnya membutuhkan produsen, karena setiap konsumen memiliki kebutuhan akan barang dan jasa yang tak terhingga banyaknya. Kebutuhan itu hanya dapat dipuaskan oleh adanya barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Sebaliknya setiap produsen juga memerlukan konsumen yang akan membeli produk-produk yang dihasilkan oleh produsen. Tanpa konsumen, tidak akan ada produsen. Siapa yang mau berproduksi bila tak ada orang yang mau membeli barang dan jasa yang dihasilkan produsen?
Seperti halnya kawula yang membutuhkan gusti untuk menjamin keselamatannya, konsumen sebenarnya juga membutuhkan produsen, karena konsumen  tak akan dapat hidup sejahtera kalau tak ada produk yang dibuat produsen yang dapat dikonsumsi guna memenuhi  hasrat menikmati barang dan jasa.
Dalam pandangan Smith, konsumen harus memiliki penghasilan yang cukup agar dia dapat membeli barang dan jasa yang dihasilkan produsen. Semakin besar pendapatan dan penghasilan konsumen, semakin baik sistem perekonomian, karena produsen dapat terus menerus melakukan proses produksi. Pada akhirnya bukan hanya konsumen yang sejahtera, produsen juga akan sejahtera. Adalah wajar bila produsen hidup lebih sejahtera dari konsumen karena produsenlah yang lebih banyak menyumbangkan modal, ide, gagasan dan kreatifitas untuk menghasilkan barang dan jasa. Bukankah juga wajar bila gusti lebih sejahtera dari kawula ?.
Bagi Raffles dan Penguasa Inggris, relasi antara negara Induk dan negeri Jajahan adalah seperti relasi antara gusti-kawula, produsen-konsumen. Gusti akan sejahtera bila kawula sejahtera. Produsen akan makmur, bila konsumen juga makmur. Bagaimana produsen akan makmur, bila dia tak dapat menjual produknya kepada konsumen dan  bila daya beli konsumen rendah. Daya beli konsumen rendah, karena pendapatan konsumen lemah. Demikianlah gasasan reformasi birokrasi yang dilaksanakan Raffles di tanah Jawa, memiliki tujuan yang jelas, yakni sebagai usaha mewujudkan kesejahteraan  masyarakat, meningkatkan penghasilan masyarakat dan daya beli masyarakat tanah jajahan agar mereka mampu membeli produk-produk yang dihasilkan produsen di negeri Induk.
 Sayang pemerintahan Raffles di Pulau Jawa terlalu singkat, hingga gagasan liberalitasnya dan reformasi birokrasinya yang pro-kawula, tidak segera nampak dan segera hilang ditelan jaman. Dan nampaknya, sejarah ekonomi masa Raffles tidak banyak dikaji oleh ahli-ahli sejarah ekonomi kita. Hal ini nampak dari buruknya persepsi sebagian masyarakat kita terhadap liberalisme dan kapitalisme yang cenderung negatip.
Padahal apabila ada penelitian yang lebih serius terhadap sejarah ekonomi liberal pada masa Raffles, kemungkinan besar persepsi kita terhadap kapitalisme dan liberalisme akan lebih seimbang dan obyektif. Persepsi dari masyarakat kita terhadap liberalisme dan kapitalisme sering bias, kabur, kacau bahkan membingungkan, karena seringkali tidak bertolak dari fakta sejarah, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh pesepsi dan prasangka negatip akibat trauma dari penjajahan yang berlangsung lama yang dialami bangsa kita.
Liberalisme atau paham apa pun, bahkan agama sekalipun , memang bisa saja merosot dari gagasan awalnya yang mulia. Demikianlah liberalisme pun dalam prakteknya dapat saja merosot menjadi eksploitatif. Tetapi hukum kodrat alam akan senantiasa mengembalikan setiap penyimpangan ke jalurnya semula. Akan selalu muncul kritikus yang selalu berusaha menyempurnakannya, disamping mengembalikannya ke jalur yang benar. Herankah kita, bila kapitalisme dan liberalisme tidak bisa terkubur ke bawah dinding lantai sejarah? Bahkan sampai jaman kita sekarang ini!. Kapitalisme dan liberalisme ternyata selalu mampu menyesuaikan diri, meyegarkan diri dan mampu mengatasi tantangan alam dan jaman yang mencoba mengurungnya.
Salah satu proyek politik Raffles di Pulau Jawa adalah didrikannya Kadipaten Pakualaman (1813 M), yang mengambil sebagian kecil dari wilayah Kesultanan  Yogyakarta. Kita akan kembali membicarakan lagi Kadipaten Pakualaman setelah Bab ini. Sebab gagasan liberalisme di bidang politik dan ekonomi yang dibawa Raffles, sedikit banyak tentulah akan berpengaruh juga pada cara pandang dan gagasan para ksatria Pakualaman kelak di kemudian hari. Kita akan melihatnya kelak, adakah gagasan-gagasan liberalisme model Inggris berpengaruh pula pada corak nasionalisme gagasan Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang akan kita bahas ini, mengingat  Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu dari ksatria yang berasal dari lingkungan Kadipaten Pakualaman yang merupakan warisan proyek politik dari pemerintahan Raffles.[Bersambung]

Selasa, 02 Agustus 2016

(01)Jejak-Jejak Nasionalisme Ki Hadjar Dewantara dan Sejarah Perjuangannya

Bab 1: Bangsa Belanda Yang Menjadi Tuan di Tanah Jajahan.

Ki Hadjar Dewantara yang pada tahun 1913 masih bernama Suwardi Suryaningrat sempat jengkel karena pemerintah Hindia Belanda bermaksud menyelenggarakan peringatan Seratus Tahun Kemerdekan Negeri Belanda lepas dari penjajahan bangsa Perancis. Sebenarnya negeri kecil yang luasnya tidak lebih besar dari Propinsi Jawa Barat ditambah Banten dan DKI Jakarta itu, pada masa lalu bukan hanya pernah dijajah oleh Perancis. Tetapi Negeri Belanda juga pernah dijajah Spanyol.

Bagaimana bangsa dari Negara yang kecil yang berada di tepi Laut Utara itu bisa puluhan tahun jadi penguasa yang digdaya di tanah jajahan?

 1.  Berjuang Menjadi Bangsa Merdeka.

Ahli Sejarah dari UI Ong Hook Ham pernah menulis bahwa Negeri Belanda yang terletak di tepi Laut Utara dan Samudra Atlantik itu adalah suatu negara semacam Israelnya Eropa Barat. Bangsa Belanda selama berabad-abad harus berjuang melepaskan diri dari kekuasaan bangsa-bangsa besar yang mengelilinginya. Bahkan pernah menjajahnya, yakni Perancis dan Spanyol.

Sampai abad ke-5 M, Negeri Belanda masih berada di bawah Kekaisaran Romawi Kuno. Setelah  Romawi Barat runtuh (1476 M), Belanda berada di bawah kekuasan Dinasti Habsburg dari Perancis. Pada abad pertengahan, Belanda berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Spanyol yang beragama Kristen Katolik.

Pada awal abad ke-16 M muncul gerakan Reformasi di Eropa Barat yang mendorong lahirnya agama Protestan. Terjadilah perang  agama yang  hebat  untuk menantang dominasi Kekaisaran Kepausan Eropa Barat. Paus mendapat dukungan yang kuat dari Perancis dan Spanyol. Tetapi Kaisar Jerman akhirnya mengakui agama Protestan. Demikian pula di Inggris muncul agama Calvijn yang dengan cepat berkembang ke seluruh wilayah  kerajaan.

Belanda yang menjadi Protestan terpaksa harus berperang melawan Spanyol dan menuntut kemerdekaannya, jika tidak ingin ditindas penguasa yang membela agama Katolik. Perang kemerdekan Belanda melawan Spanyol itu berlangsung cukup lama juga, yakni delapan puluh tahun, hingga dikenal sebagai Perang Delapan Puluh Tahun (1568-1648 M). Pada tahun 1648 M, Belanda barulah memperoleh kemerdekaannya dari Spanyol. Maka terbentuklah Persatuan Kerajaan Belanda atau United Kingdom Nederland, yang terdiri dari 7 Provinsi Kerajaan Belanda. Dengan demikian,  nasionalisme di Eropa Barat pada awalnya dipicu oleh gerakan reformasi agama, yang telah melahirkan agama Protestan.

 Pada tahun 1795 M Belanda  diserbu Perancis dan terbentuklah Republik Bataaf (1795-1806 M) yang merupakan negara boneka Perancis. Raja Belanda Willem V terpaksa melarikan diri ke Inggris. Tahun 1806 M Napoleon menganeksasi Negeri Belanda ke dalam wilayah Perancis dan mengangkat adiknya Louis  sebagai Kepala Negara Belanda (1806-1813 M). Pada 1813 M Napoleon dikalahkan pasukan Koalisi di Leipzig dan diasingkan ke Pulau Elba. Negeri Belanda memanfatkan situasi kritis kekalahan Perancis itu dengan menyatakan kemerdekaannya. Peristiwa yang mirip kelak akan terjadi di Hindia Belanda pada tahun 1945. Sejak Maret 1942 Hindia Belanda diduduki Jepang. Saat Jepang dikalahkan oleh Sekutu(1945 M), para pejuang RI memproklamirkan kemerdekannya.


2. Berjuang Mencari Negeri Rampah-Rempah

Pada abad pertengahan sebenarnya Negeri Belanda sudah menjadi negeri yang makmur. Bangsa  Belanda mampu mengembangkan diri menjadi bangsa kapitalis yang hidup dari perdagangan, agrobisnis dan industri kerajinan rumah tangga. Pada saat itu Antwerpen dan Amsterdam telah berkembang menjadi kota perdagangan, komersial dan finansial yang penting di Eropa, menyusul London yang sudah lebih dulu berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan.

Penilaian Ong Hook Ham bahwa Negeri Belanda adalah Israelnya Eropa Barat memang ada benarnya. Karena pada akhir abad ke-15 M, tahun 1492 M, Raja Spanyol Ferdinand dan Ratu Isabella, berhasil menaklukkan Granada, sebuah Kerajaan Islam terakhir yang masih dapat bertahan di Semenanjung Iberia setelah Perang Salib berakhir. Setelah Granada ditaklukkan ribuan penduduk Muslim dan Yahudi diusir dari seluruh Spanyol. Mereka yang ingin tetap tinggal di wilayah Spanyol diberi pilihan antara pindah agama dengan memeluk Katolik atau dijatuhi hukuman mati.

Kaum Yahudi yang terusir dari Spanyol segera menyebar ke seluruh Eropa Barat dan dunia Islam, khususnya wilayah Turki Usmani. Di dunia Kristen di luar Portugal dan Spanyol, hanyalah kota-kota di Inggris dan Belanda yang memberikan toleransi kepada  orang-orang Yahudi yang kebanyakan memiliki  keahlian di bidang keuangan dan perdagangan. Mereka dapat hidup nyaman, tenang dan makmur di kota Antwerpen, Rotterdam dan London, karena di sana tidak berkembang semangat anti Semitisme. Kehadiran orang-orang Yahudi yang ahli dalam bidang keuangan dan perdaganan inilah yang mendorong Negeri Belanda dan Inggris berkembang menjadi negeri kapitalis yang makmur.

Tetapi berbeda dengan Inggris yang merupakan negara merdeka. Negara dan bangsa Belanda pada abad 16 M, masih merupakan jajahan Spanyol. Rupanya bangsa Belanda mengerti juga pentingnya persatuan. Mereka tahu juga jika bangsa Belanda bersatu, nistaya mereka akan kuat dan mampu melawan Spanyol. Sebaliknya bila mereka tidak bersatu, bangsa Belanda akan lemah dan mudah ditaklukkan Spanyol. Dengan demikian bangsa Belanda mulai mengembangkan ideologi nasionalisme berbasis persatuan. Agaknya Sang Penggagas  adalah Raja Propinsi Holland, Willem Sang Pendiam. Bisa jadi, dia adalah Founding Father bangsa Belanda.

Maka pada pertengahan abad 15 M, tujuh propinsi bersatu membentuk Persatuan Tujuh Propinsi Nederland yang dipimpin States General, sebuah lembaga semacam Parlemen Nederland. Willem Sang Pendiam diangkat menjadi Ketua States General. Mereka membuat pernyataan politik dan menuntut agar Spanyol mengakui kemerdekaan Negeri Belanda. Tentu saja Kaisar Spanyol menolak dan meletuslah perang antara Belanda dan Spanyol yang berlangsung selama delapan puluh tahun (1568 – 1648 M).

Sekalipun dalam suasana perang, ternyata Belanda mampu mengembangkan armada perdagangan laut. Orang-orang Belanda mampu membangun galangan kapal dan membuat kapal-kapal niaga yang dilengkapi meriam. Sejak tahun 1574 M, kapal-kapal niaga Belanda sudah mengarungi Laut Utara dan Samudra Atlantik dan hilir mudik Amsterdam –Lisabon, ibu Kota Portugal. Dari sana kapal-kapal niaga Belanda mengangkut rempah-rempah ke negerinya. Kemudian melalui kota-kota niaga di Negeri Belanda, rempah-rempah dari Hindia itu didistribusikan ke kota-kota di Eropa Daratan, bahkan sampai ke Rusia.  Saat itu rempah-rempah dari Hindia merupakan komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi. Hanya dengan memperdagangkan rempah-rempah dari tangan ke dua, yakni dari pedagang-pedagang Portugal, pedagang-pedagang Belanda mampu meraih keuntungan yang besar. Dengan sendirinya di Negeri Belanda  muncullah kota-kota dagang yang makmur.

Pada awal Perang Belanda-Spanyol, Portugal masih merupakan negeri merdeka dan tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Spanyol. Tetapi pada tahun 1580 M, terjadilah penggabungan antara Portugal dan Spanyol. Akibat dari penggabungan ke dua negara itu, Portugal yang semula netral dalam perang melawan Belanda, tiba-tiba terseret dalam konfrontasi melawan Belanda.  Maka pada tahun 1594 M, kapal-kapal  niaga Belanda diboikot dan dilarang  berlabuh di Lisabon.

Pada awalnya Spanyol tidak melarang kapal-kapal niaga Belanda berlabuh di Lisabon untuk membeli rempah-rempah. Tetapi karena Spanyol curiga keuntungan dari penjualan rempah-rempah itu digunakan Belanda untuk membiayai perangnya dengan Spanyol, maka pada tahun 1594 M, Spanyol mengeluarkan peraturan yang melarang kapal-kapal Belanda berlabuh di Lisabon. Akibatnya mudah diduga. Belanda amat terpukul dengan peraturan itu. Belanda kesulitan mendapatkan rempah-rempah yang amat dibutuhkan oleh rumah obat, apotik dan rumah tangga masyarakat Eropa Barat yang selama ini dipasoknya.   

Harus diakui orang Belanda memang ulet dan pantang menyerah. Mereka mulai berpikir bagaimana cara menemukan negeri rempah-rempah.  Pada saat itu jalan menuju negeri rempah-rempah hanya diketahui oleh orang-orang Spanyol dan Portugal. Memang Spanyol dan Portugal adalah bangsa Eropa yang pertamakali memelopori pelayaran-pelayaran ke negeri rempah-rempah di Kepulauan Nusantara, teristimewa Maluku.

Di tengah-tengah usaha orang Belanda menemukan jalan laut menuju negeri rempah-rempah muncullah seorang pelaut Belanda yang pernah bekerja di kapal Portugal. Nama pelaut Belanda itu adalah Yan Huygen van Linschoten. Dia sempat ikut kapal Portugal berlayar beberapa kali ke Goa dan sempat tinggal beberapa waktu di sana.

Pada tahun 1593 M, dia pulang ke negeri Belanda kemudian menulis sebuah buku yang diberi judul : Itenerario. Isinya melukisan pengalamannya selama berlayar ikut kapal Portugal menuju negeri rempah-rempah dengan melewati Ujung Tanduk Afrika Selatan. Ketika buku itu diterbitkan para pedagang dan pelaut Belanda memberikan sambutan yang luar biasa. Pelaut Inggris ikut menerjemahkannya buku itu ke dalama Bahasa Inggris. Dengan terbitnya Itenerario, maka terbukalah jalan ke negeri rempah-rempah. Padahal pada saat itu, Raja Spanyol mengeluaran peraturan yang melarang warga Spanyol dan Portugal membocorkan rahasia jalan laut menuju negeri rempah-rempah.

Pelaut Belanda yang pertama kali berani melakukan pelayaran perdana ke Hindia adalah Cornelis de Houtman.  Dia berlayar dari Amsterdam pada bulan April 1595 M, dengan membawa empat buah kapal, yakni : Hollandia, Mauritius, Amsterdam dan Duifis. Hollandia dan Mauritius memiliki bobot 230 ton dengan dilengkapi 20 pucuk meriam.  De Houtman membawa 250 anak buah. Tetapi yang selamat sampai di Banten pada tanggal 23 Juni 1596 M, hanyalah 100 orang. Pada tahun 1597 M, De Houtman kembali ke Belanda dengan membawa sejumlah rempah-rempah dan barang dagangan lainnya. Tetapi sebagian barang dagangan itu diperoleh dari hasil merampok, terutama  merampok kapal-kapal Portugal.

Memang perilaku De Houtman kadang-kadang kasar dan licik. Dalam keadaan setengah mabok, dia pernah menyuruh anak buahnya menembaki dengan meriam Kota Banten yang saat itu sedang ada perayaan keagamaan. Akibatnya kapal-kapal Belanda itu diserbu tentara keamanan Kerajaan Banten. De Houtman dan sejumlah anak buahnya dipenjarakan. Tetapi akhirnya penguasa Banten Mangkubumi Jayanegara melepaskannya setelah mereka membayar denda sebanyak 45.000 gulden. Kapal-kapal Belanda itu segera diusir dari Banten. Kelak akibat kesombongannya, nyawa De Houtman  harus melayang di perairan Pantai Aceh, pada pelayaran ke duanya ke Hindia Timur. Barang dagangan yang berhasil diangkut De Houtman dalam pelayaran perdananya itu hanyalah 245 karung lada, 45 ton pala, dan 30 bal bunga pala. Tetapi karena sebagian besar barang hasil rampasan, De Houtman mampu meraih laba sebesar 87.000 gulden.

Sejak suksesnya pelayaran De Houtman, berturut-turut tiap tahun negeri Belanda mengirimkan ekspedisi kapal-kapal dagangnya. Kapten Johan van Neck, berlayar pada tahun 1598 M dan kembali pada tahun 1599 M. Kali ini Johan van Neck tampil lebih sopan dibanding De Houtman. Hasilnya, disamping mengantongi laba 400 %, dia juga berhasil mengantongi ijin dari penguasa Banten untuk membangun loji dan gudang guna menyimpan barang dagangannya. Pelayaran yang juga membawa sukses terjadi pada tahun berikutnya di bawah pimpinan Pieter Booth. Dia pertamakali berlayar tahun 1599 M, dengan biaya dari Brabant  Company. Rupanya hasil-hasil yang diraih dari pelayaran Pieter Booth ini, menarik perhatian seorang pengusaha Belanda Johan van Oldenbelneverd  dan memberinya ilham untuk mendirikan perusahaan dagang VOC ( Vereenigde Oost Indische Compagnie) atau Persatuan Perusahaan Dagang Hindia Timur. Perusahaan ini dipimpin oleh tujuh belas direktur yang berasal dari tujuh belas perusahaan pelayaran Belanda yang meleburkan dirinya menjadi satu. Ketujuhbelas direktur VOC itu disebut sebagai Tujuh Belas Direktur yang Dimuliakan atau The Seventeen Heeren. Modal awal pendirian VOC adalah 6,5 juta gulden.

VOC didirikan dengan mendapat pengesahan dari Parlemen Belanda atau States General dan memiliki hak-hak sbb :

(1)  Boleh membuat perjanjian dengan raja-raja Hindia Timur atas nama Pemerintah  Belanda. (2)  Boleh membangun kota, benteng dan kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat yang diperlukan. (3)Boleh membentuk serdadu sendiri, mencetak uang dan mengangkat pegawai sendiri.

Dari hak-hak istimwa yang dimiliki VOC tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan VOC tidak hanya berdagang. Tetapi juga menegakkan monopoli dan melakukan penaklukan-penaklukan guna membangun tanah jajahan, khususnya di negeri rempah-rempah. Itulah sebabnya armada kapal dagang Belanda dilengkapi dengan sejumlah meriam.  Berdagang, tetapi dengan membawa meriam.

Pieter Booth yang sukses dalam pelayaran perdananya, diangkat menjadi Gubernur Jendral VOC yang pertama. Usaha untuk menemukan negeri rempah-rempah telah berhasil. Kini Belanda mulai mengembangkan rencana jangka panjang untuk menjadi Gusti atau Tuan yang paling berkuasa di negeri rempah-rempah agar bisa menegakkan monopoli perdagangan yang akan memberikan jaminan  keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian perjalanan sejarah bangsa Belanda melewati jalan yang unik dan kontroversial. Dari suatu bangsa yang berjuang untuk mencapai kemerdekaan dan melepaan diri dari penjajahan Spanyol, menjadi suatu  bangsa yang berusaha menjajah bangsa-bangsa di Hindia Timur agar dapat menjadi Gusti dari negeri rempah-rempah yang kaya dan makmur. Kontroversi yang lainnya ialah, di satu pihak bangsa Belanda sendiri mengembangkan nasionalisme patrotik di dalam  negerinya dengan menggalang persatuan di bidang  politik yaitu dengan mempersatukan tujuh buah propinsi menjadi satu kesatuan dan persatuan di bidang ekonomi yaitu dengan membentuk VOC.  Tetapi di lain pihak, di tanah jajahan, Belanda mengembangkan ideologi yang memecah belah baik secara politik maupun ekonomi, serta menghalang-halangi lahirnya nasionalisme patriotik. Bukan hanya dibidang politik, tetapi juga dibidang ekonomi dan sosial budaya.  


3.Menjadi Gusti di Negeri Rempah-Rempah.

Dari pengalaman bertempur melawan Spanyol dan Portugal selama puluhan tahun, baik di darat maupun di laut, membuat armada perang Belanda menjadi armada yang tangguh. Kapal-kapal  Belanda di samping memiliki konstruksi yang kukuh juga dilengkapi dengan sejumlah meriam, alat-alat pelempar batu dan tali-temali yang rumit yang memang sengaja disiapkan untuk menghadapi pertempuran laut.  

Kekuatan armada Belanda pada jaman itu, jelas bukan tandingan kekuatan-kekuatan penguasa lokal. Armada Belanda yang merangkap sebagai kapal dagang dan juga kapal perang, bukan hanya unggul dalam bidang teknik persenjataan terhadap kekuatan-kekuatan lokal di negeri repah-rempah. Mereka juga unggul dari sisi manajemen birokrasi, bisnis,  perdagangan, personalia, keuangan, perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, serta taktik dan strategi peperangan.

Satu-satunya musuh yang dianggap berat oleh Kumpeni untuk menegakkan monopoli perdagangan di Hindia Timur adalah sesama petualang bangsa Eropa, yakni kekuatan Portugal, Spanyol dan Inggris.  Pieter Both bersama armadanya berangkat untuk yang ke dua kalinya dari negeri Belanda pada tahun 1605 M. Tiba di Kepulauan Maluku segera membangun pangkalannya sebagai tempat berpijak. Pada tahun 1610 M, beberapa kali terlibat baku hantam dengan Portugal dan Spanyol. Di Maluku Portugal sudah bercokol hampir satu abad. Tetapi pendatang baru Belanda berhasil mengusir kekuatan Portugal dan Spanyol keluar dari Maluku. Ambon dan Banda, pulau terbesar, segera diduduki Belanda dan Pieter Both membangun benteng dan markas besarnya. Dalam waktu relatip singkat, Belanda sudah mampu menegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku.

Konsep monopoli dalam perdagangan yang dijalankan negera-negara Barat sebenarnya sejalan dengan ajaran Merkantislisme di bidang ekonomi yang dianut negara-negara Eropa pada abad 17 -18 M. Tujuan monopoli adalah menekan harga pembelian produk serendah-rendahnya dan menjual produknya di pasaran internasional dengan harga setinggi-tingginya, agar dengan demikian diperoleh keuntungan yang maksimal.

Oposisi dan perlawanan terhadap kebijakan monopoli  perdagangan Kumpeni, juga muncul dari penduduk dan penguasa lokal. Terhadap gerakan oposisi ini, Kumpeni bertindak tegas dan brutal. Puluhan pohon cengkeh dan pala di Banda dan pulau-pulau lainnya ditebangi dan dibakar. Hanya beberapa saja yang disisakan, dengan maksud agar tidak terjadi over produksi sehingga harga tetap tinggi.

Orang-orang Banda yang protes, melawan dan memberontak  segera ditangkap, ditumpas habis. Sebagian besar mati terbunuh dan yang hidup dijadikan  budak. Tercatat dalam sejarah hitam Kumpeni di Maluku, lebih dari 15.000 orang Banda dan Maluku hilang dan meninggal akibat kekejaman dan kebrutalan Kumpeni untuk menegakkan ambisinya menjadi Gusti yang dipertuan di negeri rempah-rempah. Tindakan kekerasan  besar-besaran itu terjadi pada tahun 1621 M di pulau Banda, dilakukan oleh Jan Pieterzoon Coen, pengganti Pieter Both. Ribuan penduduk Banda yang tak berdosa menjadi korban pembunuhan massal dan dijual sebagai budak ke Batavia.(bersambung)

Artikel Lanjutan :
https://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/08/2-jejak-jejak-nasionalisme-ki-hadjar.html

[2] Jejak - Jejak Nasionalisme Ki Hadjar Dewantara dan Sejarah Perjuangannya(02)




Setelah berhasil menjadi Gusti yang dipertuan di Maluku, Belanda merasa bahwa Maluku ternyata kurang staregis untuk menegakkan monopoli di seluruh wilayah Hindia. Ada 4 kota yang dijadikan pertimbangan Kumpeni guna membangun basis kekuasaan dan markas besarnya untuk menggantikan Ambon. Keempat kota itu adalah Malaka, Banten, Jayakarta dan Jepara. Dari keempat kota itu, yang dianggap paling lemah adalah Jayakarta. Malaka jelas dilindungi Portugal. Banten pasti akan dipertahankan mati-matian oleh Kesultanan Banten dan Jepara ada dibawah perlindungan Mataram yang tengah naik daun sebagai kekuatan baru di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan Jayakarta, tengah terlibat persaingan dengan Banten. Pangeran Jayakarta ingin mengembangkan Jayakarta guna menyaingi Banten sebagai bandar yang besar. Gagasan Pangeran Jayakarta itu mengakibatkan konflik dirinya dengan penguasa Banten. Padahal pertahanan Jayakarta tidak sekuat Banten maupun Jepara. Kebetulan di tiga kota di Pantai Utara Pulau Jawa itu, Kumpeni  sudah mendirikan gudang dan loji dengan mendapatkan ijin dari penguasa setempat.

Di Jayakarta, Kumpeni berhasil membangun gudang dan bangunan loji di sebelah kanan Sungai Ciliwung, sedangkan Inggris dan Portugal membangunnya di sebelah kiri Sungai Ciliwung. Dalem atau Istanan Pangeran Jayakarta juga terletak di sisi kiri sungai yang membelah bandar Jayakarta itu. Kumpeni segera mengambil tindakan ofensif untuk menaklukan Jayakarta.  Sang Penakluk, bukannya Pieter Both. Tetapi penggantinya Jan Pieterzoon Coen. Coen adalah seorang gubernur Jendral yang cakap dan berbakat, seorang penganut Calvijnisme yang taat, ahli pembukuan, disipilin dan tegas, ahli stategi yang memiliki pandangan tajam, tetapi sering brutal dan kasar. Pembunuhan dan penghancuran penduduk Banda dilakukan atas perintahnya (1621 M).  

Coen tahu persis bahwa Inggris di Hindia Timur tidak memiliki pertahanan yang kuat seperti di India. Sedangkan Portugal sedang mengalami masalah dalam kordinasi internalnya. Pada tahun 1619 M,  di Eropa Barat Pemerintah Inggris dan Belanda tengah meratifikasi perjanjian kerjasama antar kedua negara agar kepentingan kedua negara di Kepulauan Nusantara atau Hindia Timur tidak menimbulkan konflik. Paling tidak agar supaya  antara Perusahaan Dagang Inggris dan VOC di Hindia Timur tidak saling baku hantam dan berebut wilayah.  Saat itu Inggris sudah berhasil menancapkan pengaruhnya di Bengkulu dan tengah berusaha menguasai Jawa. Sedangkan wilayah luar Jawa, khususnya Maluku menjadi porsi Belanda dan tak akan diganggu- gugat Inggris. Tetapi sebelum perjanjian itu ditandatangani, Coen cepat mengambil langkah ofensif. Coen segera memimpin armadanya yang dipersiapkan dari pangkalannya di Ambon untuk menyerbu Jayakarta.

Inggris yang tak menyadari akan diserang, tak dapat berbuat banyak. Gudang dan loji Inggris yang berada di sisi kiri Ciliwung, dihujani peluru meriam, diserbu pasukan Coen, dibakar dan diratakan dengan tanah. Demikian pula gudang Portugal. Pasukan Inggris yang menjaga gudang dan lojinya, segera melarikan diri meninggalkan Jayakarta.

Sementara itu, Pangeran Jayakarta dan keluarganya, jauh-jauh hari malah sudah mengungsi lebih dulu ke Banten.  Coen yang membawa 17 buah kapal dan 1100 pasukan dari Ambon itu, segera menyerbu Dalem Pangeran Jayakarta, kemudian membakarnya. Hampir seluruh bangunan yang ada  diratakannya dengan tanah. Hanya bangunan Kastil Batavia yang dibiarkan utuh. Di atas reruntuhan puing-puing bangunan lama, pada tahun 1619 M itu, dengan gagah Coen memproklamirkan berdirinya Kerajaan Jakarta dan dia menobatkan dirinya sendiri menjadi Raja Jakarta. Coen adalah orang Belanda pertama yang sukses menjadi Gusti  di tanah Jawa. Tetapi penduduk Belanda sendiri lebih suka menyebutnya sebagai Koninkrijk Batavia atau Kerajaan Batavia yang mewakili Pemerintah Belanda di Hindia Timur. Kata Batavia diambil dari kata Bataaf, yakni nenek moyang bangsa Belanda yang gagah berani dan legendaris.

Coen segera memperluas wilayah Batavia kearah barat, timur dan selatan dan menjadikannya Kastil Batavia Ibu Kota dan pusat pemerintahannya. Sekalipun Coen sudah memproklamirkan berdirinya Kerajaan Batavia, tetapi Banten maupun Mataram tidak mau mengakuinya. Maka pada dasawarsa ke dua abad 17 M itu, di Pulau Jawa terjadi rivalitas segitiga antara tiga kekuatan, yakni Mataram, Banten dan Batavia.

Mataram yang merasa dapat mengerahkan ribuan pasukan, dan berambisi untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa, segera melakukan tindakan ofensif untuk menaklukan Batavia.  Maka pada tahun 1628 M, ribuan tentara Mataram membanjiri Batavia dan berbulan-bulan mengepung Kastil Batavia yang memiliki benteng pertahanan yang amat kokoh. Mataram mencoba menyerang Batavia tidak hanya dari arah darat. Tetapi juga dari arah laut. Namun  Angkatan Laut Mataram dengan mudah dihancurkan  Angkatan Laut Batavia yang sudah berpengalaman menghadapi pertempuran  di tengah laut. Akhirnya  Mataram gagal menaklukan Batavia. 

Pada tahun 1629 M, kembali Mataram mengirimkan ribuan tentara ke Batavia untuk melakukan penaklukan yang ke dua kalinya. Usaha ke dua ini pun mengalami kegagalan.

Dalam konflik Batavia-Mataram itu, Banten hanya berperan sebagai penonton di pinggir lapangan. Sebab Banten khawatir, bila membantu Mataram dan Mataram keluar sebagai pemenang, akhirnya Mataram  akan menaklukan Banten juga. Tetapi kelak, yang terjadi adalah, bukan Mataram yang menaklukan Banten. Tetapi Kumpenilah yang menaklukan Banten. Karena dalam konflik Batavia- Mataram, akhirnya Kumpeni secara perlahan-lahan mampu keluar sebagai pemenangnya.

Gagal dengan dua kali usaha penaklukkan Batavia, membuat semangat Mataram untuk melakukan ofensif terhadap kekuatan Kumpeni semakin surut. Coen sendiri meninggal pada tahun 1629 M, tidak lama setelah sukses menyelamatkan Batavia dari serbuan tentara Mataram.

Surutnya Mataram memberi peluang Kumpeni untuk melakukan ofensif di luar Jawa. Pada tahun 1641 M, Kumpeni berhasil menaklukkan Portugal di Malaka, hingga sejak itu Malaka berada di bawah kendali Batavia. Pada tahun 1645 M, Sultan Agung (1613-1645 M), Penguasa Mataram, musuh besar Kumpeni, wafat. Penggantinya Amangkurat I, adalah raja yang lemah. Dia segera berdamai dengan Batavia. Tentu saja ajakan damai itu mendapat sambutan hangat dari Batavia. Sebab uluran damai itu, dapat diartikan sebagai pengakuan Mataram atas kedulatan Belanda di Batavia. Belanda segera mengirim duta dan utusan ke Mataram disertai sejumlah barang hadiah yang amat banyak khusus untuk Amangkurat I dan yang membuatnya girang bukan main.

Masa damai dengan Mataram, kembali memberikan peluang kepada Kumpeni untuk kembali melakukan ofensif di luar Jawa. Pada tahun 1660 – 1669 M, Kumpeni terlibat perang dengan Kerajaan Makassar yang berakhir dengan kekalahan Makassar. Jatuhnya Makassar mempercepat Kumpeni untuk melakukan penaklukan di   luar Jawa di wilayah bagian Tengah dan Timur.   

Di Pulau Jawa sendiri ofensif Kumpeni juga terus meningkat. Pada tahun 1677 M, Kumpeni membantu Mataram memadamkan pemberontakan Trunojoyo. Trunojoyo, pejuang asal Madura berhasil menduduki Kraton Mataram di Plered dan mengusir Amangkurat I dari Istananya. Amangkurat I mangkat dalam perjalanan menuju Batavia guna meminta bantuan sahabatnya, Kumpeni. Akhirnya Amangkurat II, naik tahta Mataram. Dengan bantuan Kumpeni, raja baru itu berhasil mengakhiri perjuangan Trunojoyo. Sebagai balas jasa, Kumpeni memperoleh wilayah Priangan. Sejak 1677 M, wilayah Priangan berada di bawah kekuasaan Batavia. Tahun 1683 M, Kumpeni sukses pula menaklukan Banten dan mengusir Inggris dari seluruh wilayah Banten.

Pada tahun 1705 M, terjadi konflik perebutan tahta Mataram antara Pangeran Puger, adik Amangkurat II, dengan Sunan Mas atau Amangkurat III, putra Amangkurat II. Jadi konflik antara paman dan kemenakan. Belanda berpihak kepada Pangeran Puger, menobatkannnya sebagai Raja Mataram dengan gelar Pakubuwono I. Sunan Mas berrhasil ditangkap Belanda dan dibuang ke Ceylon. Atas jasanya ini Kumpeni memperoleh wilayah Semarang, Sumenep, dan diberi hak untuk mengelola seluruh Pantai  Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mataram masih diwajibkan setor 800 koyan beras setiap tahun kepada Belanda selama 25 tahun. Demikianlah, secara bertahap Belanda mulai menjadi Gusti yang diberi makan secara gratis oleh rakyat Mataram.

Pemberontakan kembali meletus di Kartasura pada tahun 1742 M. Mas Garendi, putra Sunan Mas dengan bantuan orang-orang China yang sakit hati, karena Kumpeni melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang China di Batavia(1740 M), berhasil menguasai Istana. Pakubuwono II dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Ponorogo. Kumpeni turun tangan memadamkan pemberontakan dan berhasil mengembalikan tahta Kraton Mataram ketangan Pakubuwono II. Sebagai imbalan, Kumpeni mendapat kompensasi, seluruh wilayah Pesisisir Pantai Utara Pulau Jawa diserahkan sepenuhnya kepada Kumpeni. Kumpeni juga mendapat hak politik yang penting yakni hak untuk mengangkat setiap patih Kerajaan Mataram. Usai pemberontakan Mas Garendi, Pakubuwono II memindahkan Kraton Mataram ke Surakarta.

Di Surakarta, Pakubuwono II (1726 – 1749 M) sakit-sakitan dan muncul lagi pemberontakan yang lebih kuat yang dipimpin oleh adiknya sendiri Pangeran Mangkubumi dan kemenakannya Raden Mas Said.  Pada tahun 1749 M, dari atas ranjang kematiannya, Sang Raja yang sedang gering, menyerahkan kedaulatan Kerajaan Mataram kepada Batavia. Dengan sigap dan cekatan Kumpeni menyambut peluang emas itu. Tak lama kemudian Pakubuwono II wafat dan Kumpeni mengangkat Pakubuwono III keatas tahta Kerajaan Mataram. Sejak itu sebenarnya Kerajaan Mataram praktis sudah berada di bawah kendali Batavia dan Kerajaan Nederland.

Selama lima tahun berperang melawan Mangkubumi dan Raden Mas Said, ternyata pasukan gabungan Kumpeni dan tentara Kerajaan tak mampu menaklukannya. Bahkan wilayah Sunan Pakubuwono III semakin menyusut, kraton terkepung dari segala penjuru oleh gabungan pasukan Mangkubumi-Raden Mas Said. Kraton Surakarta berada di ujung tanduk.

Akhirnya melaui Perjanjian Giyanti (1755 M ) dan Perjanjian Salatiga (1757 M), Kumpeni memecah Kerjaan  yang sempat menjadi yang terkuat di Pulau Jawa itu menjadi tiga kerajaan, yakni Surakarta, Mangkunegaran dan Yogyakarta.

Dengan pemecahan Kraton Mataram menjadi tiga dan mengendalikannya, praktis Batavia berhasil  menjadi satu-satunya Gusti yang berkuasa di Tanah Jawa. Kita melihat betapa Belanda sangat  piawi memahami makna persatuan. Di tanah airnya sendiri Belanda membangunan nasioanlisme patriotik bebasis persatuan dengan cara mengintegrasikan tujuh provinsi di Nederland dan  membentuk United Kingdom of Nederland atau Persatuan Kerajaan Nederland.

Dengan cara demikian bangsa Belanda akan mampu menghadapi ancaman dari negeri tetangganya yang relatip lebih besar dan kuat baik dari segi wilayah maupun jumlah penduduk, yang setiap saat bisa menjadi ancaman baginya. Tetapi di Jawa, Belanda justru memecah belah Mataram agar menjadi lemah serta berusaha memadamkan bangkitnya api nasioanlisme patrotik berbasis persatuan di antara mereka.

Dan nampaknya missi Belanda ini sukses. Terbukti ketiga kerajaan pecahan Mataram itu tidak pernah bisa bersatu dan masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk bisa unggul terhadap yang lainnya. Mereka berlomba-lomba bukan untuk meraih keunggulan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Tetapi mereka berlomba-lomba untuk meraih keunggulan di bidang budaya, kesenian, dan filsafat mistik yang bersifat spekulatif.  Dapat kita mengerti bila pada abad ke-19 M, merupakan masa-masa subur dari bangkitnya kebudayaan dan kesenian Jawa.

Dalam perlombaan di bidang kebudayan, nampaknya Kraton Surakarta berada di barisan depan, baru disusul Mangkunegaran. Pada episode ini muncul pujangga-pujangga kraton Surakarta yang amat terkenal seperti Yasadipura I, Yasadipura II dan Pujangga terbesar sekaligus penutup, Rangga Warsita (1803 -1873 M). Karya Sastra Jawa yang bermutu tinggi amat produktif dihasilkan pada masa ini, tetapi sebagian besar adalah sastra suluk yang berisi tasawuf dan mistik dengan corak Islam Kejawen yang merupakan perpaduan antara mistik Hindu-Budha dan mistik Islam.

Di Surakarta juga muncul Raja-Pujangga, seperti Pakubuwono IV dan Mangkunegoro IV, yang juga menghasilkan karya sastra bermutu seperti Wulangreh (PB IV), Weda Tama dan Tri Pama ( Mangunegoro IV).

Kesultanan Yogyakarta, kemudian juga Pakualaman, di bidang kesusastraan agak tertinggal dari Surakarta dan Mangkunegaran. Akan tetapi mampu meraih keunggulan dibidang sosial kemasyarakatan. Karena, di wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman kelak pada abad ke -20 M, lahirlah dua organisasi Pendidikan dan Kemasyarakatan yang modern yakni Muhammadiyah (1912 M) dan Tamansiswa (1922 M). Muhammadiyah didirikan dengan mendapat restu dari SHB VII, sedangkan Tamansiswa berdiri bukan hanya mendapat dukungan dari Paku Alam VII, tetapi juga didirikan oleh ksatria dari Pakualaman sendiri, Suwardi Suryaningrat. Baik Tamansiswa maupun Muhammadiyah sama-sama mengembangkan nasionalisme patriotik.

Muhammadiyah menggalinya dari ajaran Islam, sehingga corak nasionalisme bersifat patriotik Islami. Sedang Tamansiswa menggalinya dari alam gagasan kebudayan Jawa, sehingga corak nasionalismenya bersifat patriotik religius.  Baik Tamansiswa maupun Muhammadiyah menyadari pentingnya persatuan di antara sesama anak bangsa. Hanya saja strategi yang ditempuhnya bebeda. Tamansiswa bersikap nonkoperatif terhadap Pemerintah Hindia Belanda dan koperatif terhadap Pemerintah  Jepang. Sedang Muhammadiyah bersikap koperatif, baik terhadap Pemerintah Belanda maupun Jepang. Sebagian besar Kerabat Pakualaman aktif dalam organisasi Budi Utomo yang sebagian besar juga menempuh jalan koperatif terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa Pemerintahan Jepang, Ki Hadjar Dewantara dan Kiai Haji Mas Masyur bersama-sama Bung Karno dan Bung Hatta dikenal dengan sebutan Empat Serangkai yang duduk di dalam kepemimpinan PUTERA.[Bersambung]