Entri yang Diunggulkan

Kahyangan Suralaya, Tempat Tinggal Para Dewa

Legenda adalah kisah tentang orang, kejadian, atau peristiwa yang dibuat berdasarkan fantasi dengan maksud untuk menimbulkan kekaguman...

Selasa, 02 Agustus 2016

(01)Jejak-Jejak Nasionalisme Ki Hadjar Dewantara dan Sejarah Perjuangannya

Bab 1: Bangsa Belanda Yang Menjadi Tuan di Tanah Jajahan.

Ki Hadjar Dewantara yang pada tahun 1913 masih bernama Suwardi Suryaningrat sempat jengkel karena pemerintah Hindia Belanda bermaksud menyelenggarakan peringatan Seratus Tahun Kemerdekan Negeri Belanda lepas dari penjajahan bangsa Perancis. Sebenarnya negeri kecil yang luasnya tidak lebih besar dari Propinsi Jawa Barat ditambah Banten dan DKI Jakarta itu, pada masa lalu bukan hanya pernah dijajah oleh Perancis. Tetapi Negeri Belanda juga pernah dijajah Spanyol.

Bagaimana bangsa dari Negara yang kecil yang berada di tepi Laut Utara itu bisa puluhan tahun jadi penguasa yang digdaya di tanah jajahan?

 1.  Berjuang Menjadi Bangsa Merdeka.

Ahli Sejarah dari UI Ong Hook Ham pernah menulis bahwa Negeri Belanda yang terletak di tepi Laut Utara dan Samudra Atlantik itu adalah suatu negara semacam Israelnya Eropa Barat. Bangsa Belanda selama berabad-abad harus berjuang melepaskan diri dari kekuasaan bangsa-bangsa besar yang mengelilinginya. Bahkan pernah menjajahnya, yakni Perancis dan Spanyol.

Sampai abad ke-5 M, Negeri Belanda masih berada di bawah Kekaisaran Romawi Kuno. Setelah  Romawi Barat runtuh (1476 M), Belanda berada di bawah kekuasan Dinasti Habsburg dari Perancis. Pada abad pertengahan, Belanda berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Spanyol yang beragama Kristen Katolik.

Pada awal abad ke-16 M muncul gerakan Reformasi di Eropa Barat yang mendorong lahirnya agama Protestan. Terjadilah perang  agama yang  hebat  untuk menantang dominasi Kekaisaran Kepausan Eropa Barat. Paus mendapat dukungan yang kuat dari Perancis dan Spanyol. Tetapi Kaisar Jerman akhirnya mengakui agama Protestan. Demikian pula di Inggris muncul agama Calvijn yang dengan cepat berkembang ke seluruh wilayah  kerajaan.

Belanda yang menjadi Protestan terpaksa harus berperang melawan Spanyol dan menuntut kemerdekaannya, jika tidak ingin ditindas penguasa yang membela agama Katolik. Perang kemerdekan Belanda melawan Spanyol itu berlangsung cukup lama juga, yakni delapan puluh tahun, hingga dikenal sebagai Perang Delapan Puluh Tahun (1568-1648 M). Pada tahun 1648 M, Belanda barulah memperoleh kemerdekaannya dari Spanyol. Maka terbentuklah Persatuan Kerajaan Belanda atau United Kingdom Nederland, yang terdiri dari 7 Provinsi Kerajaan Belanda. Dengan demikian,  nasionalisme di Eropa Barat pada awalnya dipicu oleh gerakan reformasi agama, yang telah melahirkan agama Protestan.

 Pada tahun 1795 M Belanda  diserbu Perancis dan terbentuklah Republik Bataaf (1795-1806 M) yang merupakan negara boneka Perancis. Raja Belanda Willem V terpaksa melarikan diri ke Inggris. Tahun 1806 M Napoleon menganeksasi Negeri Belanda ke dalam wilayah Perancis dan mengangkat adiknya Louis  sebagai Kepala Negara Belanda (1806-1813 M). Pada 1813 M Napoleon dikalahkan pasukan Koalisi di Leipzig dan diasingkan ke Pulau Elba. Negeri Belanda memanfatkan situasi kritis kekalahan Perancis itu dengan menyatakan kemerdekaannya. Peristiwa yang mirip kelak akan terjadi di Hindia Belanda pada tahun 1945. Sejak Maret 1942 Hindia Belanda diduduki Jepang. Saat Jepang dikalahkan oleh Sekutu(1945 M), para pejuang RI memproklamirkan kemerdekannya.


2. Berjuang Mencari Negeri Rampah-Rempah

Pada abad pertengahan sebenarnya Negeri Belanda sudah menjadi negeri yang makmur. Bangsa  Belanda mampu mengembangkan diri menjadi bangsa kapitalis yang hidup dari perdagangan, agrobisnis dan industri kerajinan rumah tangga. Pada saat itu Antwerpen dan Amsterdam telah berkembang menjadi kota perdagangan, komersial dan finansial yang penting di Eropa, menyusul London yang sudah lebih dulu berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan.

Penilaian Ong Hook Ham bahwa Negeri Belanda adalah Israelnya Eropa Barat memang ada benarnya. Karena pada akhir abad ke-15 M, tahun 1492 M, Raja Spanyol Ferdinand dan Ratu Isabella, berhasil menaklukkan Granada, sebuah Kerajaan Islam terakhir yang masih dapat bertahan di Semenanjung Iberia setelah Perang Salib berakhir. Setelah Granada ditaklukkan ribuan penduduk Muslim dan Yahudi diusir dari seluruh Spanyol. Mereka yang ingin tetap tinggal di wilayah Spanyol diberi pilihan antara pindah agama dengan memeluk Katolik atau dijatuhi hukuman mati.

Kaum Yahudi yang terusir dari Spanyol segera menyebar ke seluruh Eropa Barat dan dunia Islam, khususnya wilayah Turki Usmani. Di dunia Kristen di luar Portugal dan Spanyol, hanyalah kota-kota di Inggris dan Belanda yang memberikan toleransi kepada  orang-orang Yahudi yang kebanyakan memiliki  keahlian di bidang keuangan dan perdagangan. Mereka dapat hidup nyaman, tenang dan makmur di kota Antwerpen, Rotterdam dan London, karena di sana tidak berkembang semangat anti Semitisme. Kehadiran orang-orang Yahudi yang ahli dalam bidang keuangan dan perdaganan inilah yang mendorong Negeri Belanda dan Inggris berkembang menjadi negeri kapitalis yang makmur.

Tetapi berbeda dengan Inggris yang merupakan negara merdeka. Negara dan bangsa Belanda pada abad 16 M, masih merupakan jajahan Spanyol. Rupanya bangsa Belanda mengerti juga pentingnya persatuan. Mereka tahu juga jika bangsa Belanda bersatu, nistaya mereka akan kuat dan mampu melawan Spanyol. Sebaliknya bila mereka tidak bersatu, bangsa Belanda akan lemah dan mudah ditaklukkan Spanyol. Dengan demikian bangsa Belanda mulai mengembangkan ideologi nasionalisme berbasis persatuan. Agaknya Sang Penggagas  adalah Raja Propinsi Holland, Willem Sang Pendiam. Bisa jadi, dia adalah Founding Father bangsa Belanda.

Maka pada pertengahan abad 15 M, tujuh propinsi bersatu membentuk Persatuan Tujuh Propinsi Nederland yang dipimpin States General, sebuah lembaga semacam Parlemen Nederland. Willem Sang Pendiam diangkat menjadi Ketua States General. Mereka membuat pernyataan politik dan menuntut agar Spanyol mengakui kemerdekaan Negeri Belanda. Tentu saja Kaisar Spanyol menolak dan meletuslah perang antara Belanda dan Spanyol yang berlangsung selama delapan puluh tahun (1568 – 1648 M).

Sekalipun dalam suasana perang, ternyata Belanda mampu mengembangkan armada perdagangan laut. Orang-orang Belanda mampu membangun galangan kapal dan membuat kapal-kapal niaga yang dilengkapi meriam. Sejak tahun 1574 M, kapal-kapal niaga Belanda sudah mengarungi Laut Utara dan Samudra Atlantik dan hilir mudik Amsterdam –Lisabon, ibu Kota Portugal. Dari sana kapal-kapal niaga Belanda mengangkut rempah-rempah ke negerinya. Kemudian melalui kota-kota niaga di Negeri Belanda, rempah-rempah dari Hindia itu didistribusikan ke kota-kota di Eropa Daratan, bahkan sampai ke Rusia.  Saat itu rempah-rempah dari Hindia merupakan komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi. Hanya dengan memperdagangkan rempah-rempah dari tangan ke dua, yakni dari pedagang-pedagang Portugal, pedagang-pedagang Belanda mampu meraih keuntungan yang besar. Dengan sendirinya di Negeri Belanda  muncullah kota-kota dagang yang makmur.

Pada awal Perang Belanda-Spanyol, Portugal masih merupakan negeri merdeka dan tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Spanyol. Tetapi pada tahun 1580 M, terjadilah penggabungan antara Portugal dan Spanyol. Akibat dari penggabungan ke dua negara itu, Portugal yang semula netral dalam perang melawan Belanda, tiba-tiba terseret dalam konfrontasi melawan Belanda.  Maka pada tahun 1594 M, kapal-kapal  niaga Belanda diboikot dan dilarang  berlabuh di Lisabon.

Pada awalnya Spanyol tidak melarang kapal-kapal niaga Belanda berlabuh di Lisabon untuk membeli rempah-rempah. Tetapi karena Spanyol curiga keuntungan dari penjualan rempah-rempah itu digunakan Belanda untuk membiayai perangnya dengan Spanyol, maka pada tahun 1594 M, Spanyol mengeluarkan peraturan yang melarang kapal-kapal Belanda berlabuh di Lisabon. Akibatnya mudah diduga. Belanda amat terpukul dengan peraturan itu. Belanda kesulitan mendapatkan rempah-rempah yang amat dibutuhkan oleh rumah obat, apotik dan rumah tangga masyarakat Eropa Barat yang selama ini dipasoknya.   

Harus diakui orang Belanda memang ulet dan pantang menyerah. Mereka mulai berpikir bagaimana cara menemukan negeri rempah-rempah.  Pada saat itu jalan menuju negeri rempah-rempah hanya diketahui oleh orang-orang Spanyol dan Portugal. Memang Spanyol dan Portugal adalah bangsa Eropa yang pertamakali memelopori pelayaran-pelayaran ke negeri rempah-rempah di Kepulauan Nusantara, teristimewa Maluku.

Di tengah-tengah usaha orang Belanda menemukan jalan laut menuju negeri rempah-rempah muncullah seorang pelaut Belanda yang pernah bekerja di kapal Portugal. Nama pelaut Belanda itu adalah Yan Huygen van Linschoten. Dia sempat ikut kapal Portugal berlayar beberapa kali ke Goa dan sempat tinggal beberapa waktu di sana.

Pada tahun 1593 M, dia pulang ke negeri Belanda kemudian menulis sebuah buku yang diberi judul : Itenerario. Isinya melukisan pengalamannya selama berlayar ikut kapal Portugal menuju negeri rempah-rempah dengan melewati Ujung Tanduk Afrika Selatan. Ketika buku itu diterbitkan para pedagang dan pelaut Belanda memberikan sambutan yang luar biasa. Pelaut Inggris ikut menerjemahkannya buku itu ke dalama Bahasa Inggris. Dengan terbitnya Itenerario, maka terbukalah jalan ke negeri rempah-rempah. Padahal pada saat itu, Raja Spanyol mengeluaran peraturan yang melarang warga Spanyol dan Portugal membocorkan rahasia jalan laut menuju negeri rempah-rempah.

Pelaut Belanda yang pertama kali berani melakukan pelayaran perdana ke Hindia adalah Cornelis de Houtman.  Dia berlayar dari Amsterdam pada bulan April 1595 M, dengan membawa empat buah kapal, yakni : Hollandia, Mauritius, Amsterdam dan Duifis. Hollandia dan Mauritius memiliki bobot 230 ton dengan dilengkapi 20 pucuk meriam.  De Houtman membawa 250 anak buah. Tetapi yang selamat sampai di Banten pada tanggal 23 Juni 1596 M, hanyalah 100 orang. Pada tahun 1597 M, De Houtman kembali ke Belanda dengan membawa sejumlah rempah-rempah dan barang dagangan lainnya. Tetapi sebagian barang dagangan itu diperoleh dari hasil merampok, terutama  merampok kapal-kapal Portugal.

Memang perilaku De Houtman kadang-kadang kasar dan licik. Dalam keadaan setengah mabok, dia pernah menyuruh anak buahnya menembaki dengan meriam Kota Banten yang saat itu sedang ada perayaan keagamaan. Akibatnya kapal-kapal Belanda itu diserbu tentara keamanan Kerajaan Banten. De Houtman dan sejumlah anak buahnya dipenjarakan. Tetapi akhirnya penguasa Banten Mangkubumi Jayanegara melepaskannya setelah mereka membayar denda sebanyak 45.000 gulden. Kapal-kapal Belanda itu segera diusir dari Banten. Kelak akibat kesombongannya, nyawa De Houtman  harus melayang di perairan Pantai Aceh, pada pelayaran ke duanya ke Hindia Timur. Barang dagangan yang berhasil diangkut De Houtman dalam pelayaran perdananya itu hanyalah 245 karung lada, 45 ton pala, dan 30 bal bunga pala. Tetapi karena sebagian besar barang hasil rampasan, De Houtman mampu meraih laba sebesar 87.000 gulden.

Sejak suksesnya pelayaran De Houtman, berturut-turut tiap tahun negeri Belanda mengirimkan ekspedisi kapal-kapal dagangnya. Kapten Johan van Neck, berlayar pada tahun 1598 M dan kembali pada tahun 1599 M. Kali ini Johan van Neck tampil lebih sopan dibanding De Houtman. Hasilnya, disamping mengantongi laba 400 %, dia juga berhasil mengantongi ijin dari penguasa Banten untuk membangun loji dan gudang guna menyimpan barang dagangannya. Pelayaran yang juga membawa sukses terjadi pada tahun berikutnya di bawah pimpinan Pieter Booth. Dia pertamakali berlayar tahun 1599 M, dengan biaya dari Brabant  Company. Rupanya hasil-hasil yang diraih dari pelayaran Pieter Booth ini, menarik perhatian seorang pengusaha Belanda Johan van Oldenbelneverd  dan memberinya ilham untuk mendirikan perusahaan dagang VOC ( Vereenigde Oost Indische Compagnie) atau Persatuan Perusahaan Dagang Hindia Timur. Perusahaan ini dipimpin oleh tujuh belas direktur yang berasal dari tujuh belas perusahaan pelayaran Belanda yang meleburkan dirinya menjadi satu. Ketujuhbelas direktur VOC itu disebut sebagai Tujuh Belas Direktur yang Dimuliakan atau The Seventeen Heeren. Modal awal pendirian VOC adalah 6,5 juta gulden.

VOC didirikan dengan mendapat pengesahan dari Parlemen Belanda atau States General dan memiliki hak-hak sbb :

(1)  Boleh membuat perjanjian dengan raja-raja Hindia Timur atas nama Pemerintah  Belanda. (2)  Boleh membangun kota, benteng dan kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat yang diperlukan. (3)Boleh membentuk serdadu sendiri, mencetak uang dan mengangkat pegawai sendiri.

Dari hak-hak istimwa yang dimiliki VOC tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan VOC tidak hanya berdagang. Tetapi juga menegakkan monopoli dan melakukan penaklukan-penaklukan guna membangun tanah jajahan, khususnya di negeri rempah-rempah. Itulah sebabnya armada kapal dagang Belanda dilengkapi dengan sejumlah meriam.  Berdagang, tetapi dengan membawa meriam.

Pieter Booth yang sukses dalam pelayaran perdananya, diangkat menjadi Gubernur Jendral VOC yang pertama. Usaha untuk menemukan negeri rempah-rempah telah berhasil. Kini Belanda mulai mengembangkan rencana jangka panjang untuk menjadi Gusti atau Tuan yang paling berkuasa di negeri rempah-rempah agar bisa menegakkan monopoli perdagangan yang akan memberikan jaminan  keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian perjalanan sejarah bangsa Belanda melewati jalan yang unik dan kontroversial. Dari suatu bangsa yang berjuang untuk mencapai kemerdekaan dan melepaan diri dari penjajahan Spanyol, menjadi suatu  bangsa yang berusaha menjajah bangsa-bangsa di Hindia Timur agar dapat menjadi Gusti dari negeri rempah-rempah yang kaya dan makmur. Kontroversi yang lainnya ialah, di satu pihak bangsa Belanda sendiri mengembangkan nasionalisme patrotik di dalam  negerinya dengan menggalang persatuan di bidang  politik yaitu dengan mempersatukan tujuh buah propinsi menjadi satu kesatuan dan persatuan di bidang ekonomi yaitu dengan membentuk VOC.  Tetapi di lain pihak, di tanah jajahan, Belanda mengembangkan ideologi yang memecah belah baik secara politik maupun ekonomi, serta menghalang-halangi lahirnya nasionalisme patriotik. Bukan hanya dibidang politik, tetapi juga dibidang ekonomi dan sosial budaya.  


3.Menjadi Gusti di Negeri Rempah-Rempah.

Dari pengalaman bertempur melawan Spanyol dan Portugal selama puluhan tahun, baik di darat maupun di laut, membuat armada perang Belanda menjadi armada yang tangguh. Kapal-kapal  Belanda di samping memiliki konstruksi yang kukuh juga dilengkapi dengan sejumlah meriam, alat-alat pelempar batu dan tali-temali yang rumit yang memang sengaja disiapkan untuk menghadapi pertempuran laut.  

Kekuatan armada Belanda pada jaman itu, jelas bukan tandingan kekuatan-kekuatan penguasa lokal. Armada Belanda yang merangkap sebagai kapal dagang dan juga kapal perang, bukan hanya unggul dalam bidang teknik persenjataan terhadap kekuatan-kekuatan lokal di negeri repah-rempah. Mereka juga unggul dari sisi manajemen birokrasi, bisnis,  perdagangan, personalia, keuangan, perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, serta taktik dan strategi peperangan.

Satu-satunya musuh yang dianggap berat oleh Kumpeni untuk menegakkan monopoli perdagangan di Hindia Timur adalah sesama petualang bangsa Eropa, yakni kekuatan Portugal, Spanyol dan Inggris.  Pieter Both bersama armadanya berangkat untuk yang ke dua kalinya dari negeri Belanda pada tahun 1605 M. Tiba di Kepulauan Maluku segera membangun pangkalannya sebagai tempat berpijak. Pada tahun 1610 M, beberapa kali terlibat baku hantam dengan Portugal dan Spanyol. Di Maluku Portugal sudah bercokol hampir satu abad. Tetapi pendatang baru Belanda berhasil mengusir kekuatan Portugal dan Spanyol keluar dari Maluku. Ambon dan Banda, pulau terbesar, segera diduduki Belanda dan Pieter Both membangun benteng dan markas besarnya. Dalam waktu relatip singkat, Belanda sudah mampu menegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku.

Konsep monopoli dalam perdagangan yang dijalankan negera-negara Barat sebenarnya sejalan dengan ajaran Merkantislisme di bidang ekonomi yang dianut negara-negara Eropa pada abad 17 -18 M. Tujuan monopoli adalah menekan harga pembelian produk serendah-rendahnya dan menjual produknya di pasaran internasional dengan harga setinggi-tingginya, agar dengan demikian diperoleh keuntungan yang maksimal.

Oposisi dan perlawanan terhadap kebijakan monopoli  perdagangan Kumpeni, juga muncul dari penduduk dan penguasa lokal. Terhadap gerakan oposisi ini, Kumpeni bertindak tegas dan brutal. Puluhan pohon cengkeh dan pala di Banda dan pulau-pulau lainnya ditebangi dan dibakar. Hanya beberapa saja yang disisakan, dengan maksud agar tidak terjadi over produksi sehingga harga tetap tinggi.

Orang-orang Banda yang protes, melawan dan memberontak  segera ditangkap, ditumpas habis. Sebagian besar mati terbunuh dan yang hidup dijadikan  budak. Tercatat dalam sejarah hitam Kumpeni di Maluku, lebih dari 15.000 orang Banda dan Maluku hilang dan meninggal akibat kekejaman dan kebrutalan Kumpeni untuk menegakkan ambisinya menjadi Gusti yang dipertuan di negeri rempah-rempah. Tindakan kekerasan  besar-besaran itu terjadi pada tahun 1621 M di pulau Banda, dilakukan oleh Jan Pieterzoon Coen, pengganti Pieter Both. Ribuan penduduk Banda yang tak berdosa menjadi korban pembunuhan massal dan dijual sebagai budak ke Batavia.(bersambung)

Artikel Lanjutan :
https://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/08/2-jejak-jejak-nasionalisme-ki-hadjar.html

[2] Jejak - Jejak Nasionalisme Ki Hadjar Dewantara dan Sejarah Perjuangannya(02)




Setelah berhasil menjadi Gusti yang dipertuan di Maluku, Belanda merasa bahwa Maluku ternyata kurang staregis untuk menegakkan monopoli di seluruh wilayah Hindia. Ada 4 kota yang dijadikan pertimbangan Kumpeni guna membangun basis kekuasaan dan markas besarnya untuk menggantikan Ambon. Keempat kota itu adalah Malaka, Banten, Jayakarta dan Jepara. Dari keempat kota itu, yang dianggap paling lemah adalah Jayakarta. Malaka jelas dilindungi Portugal. Banten pasti akan dipertahankan mati-matian oleh Kesultanan Banten dan Jepara ada dibawah perlindungan Mataram yang tengah naik daun sebagai kekuatan baru di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan Jayakarta, tengah terlibat persaingan dengan Banten. Pangeran Jayakarta ingin mengembangkan Jayakarta guna menyaingi Banten sebagai bandar yang besar. Gagasan Pangeran Jayakarta itu mengakibatkan konflik dirinya dengan penguasa Banten. Padahal pertahanan Jayakarta tidak sekuat Banten maupun Jepara. Kebetulan di tiga kota di Pantai Utara Pulau Jawa itu, Kumpeni  sudah mendirikan gudang dan loji dengan mendapatkan ijin dari penguasa setempat.

Di Jayakarta, Kumpeni berhasil membangun gudang dan bangunan loji di sebelah kanan Sungai Ciliwung, sedangkan Inggris dan Portugal membangunnya di sebelah kiri Sungai Ciliwung. Dalem atau Istanan Pangeran Jayakarta juga terletak di sisi kiri sungai yang membelah bandar Jayakarta itu. Kumpeni segera mengambil tindakan ofensif untuk menaklukan Jayakarta.  Sang Penakluk, bukannya Pieter Both. Tetapi penggantinya Jan Pieterzoon Coen. Coen adalah seorang gubernur Jendral yang cakap dan berbakat, seorang penganut Calvijnisme yang taat, ahli pembukuan, disipilin dan tegas, ahli stategi yang memiliki pandangan tajam, tetapi sering brutal dan kasar. Pembunuhan dan penghancuran penduduk Banda dilakukan atas perintahnya (1621 M).  

Coen tahu persis bahwa Inggris di Hindia Timur tidak memiliki pertahanan yang kuat seperti di India. Sedangkan Portugal sedang mengalami masalah dalam kordinasi internalnya. Pada tahun 1619 M,  di Eropa Barat Pemerintah Inggris dan Belanda tengah meratifikasi perjanjian kerjasama antar kedua negara agar kepentingan kedua negara di Kepulauan Nusantara atau Hindia Timur tidak menimbulkan konflik. Paling tidak agar supaya  antara Perusahaan Dagang Inggris dan VOC di Hindia Timur tidak saling baku hantam dan berebut wilayah.  Saat itu Inggris sudah berhasil menancapkan pengaruhnya di Bengkulu dan tengah berusaha menguasai Jawa. Sedangkan wilayah luar Jawa, khususnya Maluku menjadi porsi Belanda dan tak akan diganggu- gugat Inggris. Tetapi sebelum perjanjian itu ditandatangani, Coen cepat mengambil langkah ofensif. Coen segera memimpin armadanya yang dipersiapkan dari pangkalannya di Ambon untuk menyerbu Jayakarta.

Inggris yang tak menyadari akan diserang, tak dapat berbuat banyak. Gudang dan loji Inggris yang berada di sisi kiri Ciliwung, dihujani peluru meriam, diserbu pasukan Coen, dibakar dan diratakan dengan tanah. Demikian pula gudang Portugal. Pasukan Inggris yang menjaga gudang dan lojinya, segera melarikan diri meninggalkan Jayakarta.

Sementara itu, Pangeran Jayakarta dan keluarganya, jauh-jauh hari malah sudah mengungsi lebih dulu ke Banten.  Coen yang membawa 17 buah kapal dan 1100 pasukan dari Ambon itu, segera menyerbu Dalem Pangeran Jayakarta, kemudian membakarnya. Hampir seluruh bangunan yang ada  diratakannya dengan tanah. Hanya bangunan Kastil Batavia yang dibiarkan utuh. Di atas reruntuhan puing-puing bangunan lama, pada tahun 1619 M itu, dengan gagah Coen memproklamirkan berdirinya Kerajaan Jakarta dan dia menobatkan dirinya sendiri menjadi Raja Jakarta. Coen adalah orang Belanda pertama yang sukses menjadi Gusti  di tanah Jawa. Tetapi penduduk Belanda sendiri lebih suka menyebutnya sebagai Koninkrijk Batavia atau Kerajaan Batavia yang mewakili Pemerintah Belanda di Hindia Timur. Kata Batavia diambil dari kata Bataaf, yakni nenek moyang bangsa Belanda yang gagah berani dan legendaris.

Coen segera memperluas wilayah Batavia kearah barat, timur dan selatan dan menjadikannya Kastil Batavia Ibu Kota dan pusat pemerintahannya. Sekalipun Coen sudah memproklamirkan berdirinya Kerajaan Batavia, tetapi Banten maupun Mataram tidak mau mengakuinya. Maka pada dasawarsa ke dua abad 17 M itu, di Pulau Jawa terjadi rivalitas segitiga antara tiga kekuatan, yakni Mataram, Banten dan Batavia.

Mataram yang merasa dapat mengerahkan ribuan pasukan, dan berambisi untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa, segera melakukan tindakan ofensif untuk menaklukan Batavia.  Maka pada tahun 1628 M, ribuan tentara Mataram membanjiri Batavia dan berbulan-bulan mengepung Kastil Batavia yang memiliki benteng pertahanan yang amat kokoh. Mataram mencoba menyerang Batavia tidak hanya dari arah darat. Tetapi juga dari arah laut. Namun  Angkatan Laut Mataram dengan mudah dihancurkan  Angkatan Laut Batavia yang sudah berpengalaman menghadapi pertempuran  di tengah laut. Akhirnya  Mataram gagal menaklukan Batavia. 

Pada tahun 1629 M, kembali Mataram mengirimkan ribuan tentara ke Batavia untuk melakukan penaklukan yang ke dua kalinya. Usaha ke dua ini pun mengalami kegagalan.

Dalam konflik Batavia-Mataram itu, Banten hanya berperan sebagai penonton di pinggir lapangan. Sebab Banten khawatir, bila membantu Mataram dan Mataram keluar sebagai pemenang, akhirnya Mataram  akan menaklukan Banten juga. Tetapi kelak, yang terjadi adalah, bukan Mataram yang menaklukan Banten. Tetapi Kumpenilah yang menaklukan Banten. Karena dalam konflik Batavia- Mataram, akhirnya Kumpeni secara perlahan-lahan mampu keluar sebagai pemenangnya.

Gagal dengan dua kali usaha penaklukkan Batavia, membuat semangat Mataram untuk melakukan ofensif terhadap kekuatan Kumpeni semakin surut. Coen sendiri meninggal pada tahun 1629 M, tidak lama setelah sukses menyelamatkan Batavia dari serbuan tentara Mataram.

Surutnya Mataram memberi peluang Kumpeni untuk melakukan ofensif di luar Jawa. Pada tahun 1641 M, Kumpeni berhasil menaklukkan Portugal di Malaka, hingga sejak itu Malaka berada di bawah kendali Batavia. Pada tahun 1645 M, Sultan Agung (1613-1645 M), Penguasa Mataram, musuh besar Kumpeni, wafat. Penggantinya Amangkurat I, adalah raja yang lemah. Dia segera berdamai dengan Batavia. Tentu saja ajakan damai itu mendapat sambutan hangat dari Batavia. Sebab uluran damai itu, dapat diartikan sebagai pengakuan Mataram atas kedulatan Belanda di Batavia. Belanda segera mengirim duta dan utusan ke Mataram disertai sejumlah barang hadiah yang amat banyak khusus untuk Amangkurat I dan yang membuatnya girang bukan main.

Masa damai dengan Mataram, kembali memberikan peluang kepada Kumpeni untuk kembali melakukan ofensif di luar Jawa. Pada tahun 1660 – 1669 M, Kumpeni terlibat perang dengan Kerajaan Makassar yang berakhir dengan kekalahan Makassar. Jatuhnya Makassar mempercepat Kumpeni untuk melakukan penaklukan di   luar Jawa di wilayah bagian Tengah dan Timur.   

Di Pulau Jawa sendiri ofensif Kumpeni juga terus meningkat. Pada tahun 1677 M, Kumpeni membantu Mataram memadamkan pemberontakan Trunojoyo. Trunojoyo, pejuang asal Madura berhasil menduduki Kraton Mataram di Plered dan mengusir Amangkurat I dari Istananya. Amangkurat I mangkat dalam perjalanan menuju Batavia guna meminta bantuan sahabatnya, Kumpeni. Akhirnya Amangkurat II, naik tahta Mataram. Dengan bantuan Kumpeni, raja baru itu berhasil mengakhiri perjuangan Trunojoyo. Sebagai balas jasa, Kumpeni memperoleh wilayah Priangan. Sejak 1677 M, wilayah Priangan berada di bawah kekuasaan Batavia. Tahun 1683 M, Kumpeni sukses pula menaklukan Banten dan mengusir Inggris dari seluruh wilayah Banten.

Pada tahun 1705 M, terjadi konflik perebutan tahta Mataram antara Pangeran Puger, adik Amangkurat II, dengan Sunan Mas atau Amangkurat III, putra Amangkurat II. Jadi konflik antara paman dan kemenakan. Belanda berpihak kepada Pangeran Puger, menobatkannnya sebagai Raja Mataram dengan gelar Pakubuwono I. Sunan Mas berrhasil ditangkap Belanda dan dibuang ke Ceylon. Atas jasanya ini Kumpeni memperoleh wilayah Semarang, Sumenep, dan diberi hak untuk mengelola seluruh Pantai  Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mataram masih diwajibkan setor 800 koyan beras setiap tahun kepada Belanda selama 25 tahun. Demikianlah, secara bertahap Belanda mulai menjadi Gusti yang diberi makan secara gratis oleh rakyat Mataram.

Pemberontakan kembali meletus di Kartasura pada tahun 1742 M. Mas Garendi, putra Sunan Mas dengan bantuan orang-orang China yang sakit hati, karena Kumpeni melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang China di Batavia(1740 M), berhasil menguasai Istana. Pakubuwono II dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Ponorogo. Kumpeni turun tangan memadamkan pemberontakan dan berhasil mengembalikan tahta Kraton Mataram ketangan Pakubuwono II. Sebagai imbalan, Kumpeni mendapat kompensasi, seluruh wilayah Pesisisir Pantai Utara Pulau Jawa diserahkan sepenuhnya kepada Kumpeni. Kumpeni juga mendapat hak politik yang penting yakni hak untuk mengangkat setiap patih Kerajaan Mataram. Usai pemberontakan Mas Garendi, Pakubuwono II memindahkan Kraton Mataram ke Surakarta.

Di Surakarta, Pakubuwono II (1726 – 1749 M) sakit-sakitan dan muncul lagi pemberontakan yang lebih kuat yang dipimpin oleh adiknya sendiri Pangeran Mangkubumi dan kemenakannya Raden Mas Said.  Pada tahun 1749 M, dari atas ranjang kematiannya, Sang Raja yang sedang gering, menyerahkan kedaulatan Kerajaan Mataram kepada Batavia. Dengan sigap dan cekatan Kumpeni menyambut peluang emas itu. Tak lama kemudian Pakubuwono II wafat dan Kumpeni mengangkat Pakubuwono III keatas tahta Kerajaan Mataram. Sejak itu sebenarnya Kerajaan Mataram praktis sudah berada di bawah kendali Batavia dan Kerajaan Nederland.

Selama lima tahun berperang melawan Mangkubumi dan Raden Mas Said, ternyata pasukan gabungan Kumpeni dan tentara Kerajaan tak mampu menaklukannya. Bahkan wilayah Sunan Pakubuwono III semakin menyusut, kraton terkepung dari segala penjuru oleh gabungan pasukan Mangkubumi-Raden Mas Said. Kraton Surakarta berada di ujung tanduk.

Akhirnya melaui Perjanjian Giyanti (1755 M ) dan Perjanjian Salatiga (1757 M), Kumpeni memecah Kerjaan  yang sempat menjadi yang terkuat di Pulau Jawa itu menjadi tiga kerajaan, yakni Surakarta, Mangkunegaran dan Yogyakarta.

Dengan pemecahan Kraton Mataram menjadi tiga dan mengendalikannya, praktis Batavia berhasil  menjadi satu-satunya Gusti yang berkuasa di Tanah Jawa. Kita melihat betapa Belanda sangat  piawi memahami makna persatuan. Di tanah airnya sendiri Belanda membangunan nasioanlisme patriotik bebasis persatuan dengan cara mengintegrasikan tujuh provinsi di Nederland dan  membentuk United Kingdom of Nederland atau Persatuan Kerajaan Nederland.

Dengan cara demikian bangsa Belanda akan mampu menghadapi ancaman dari negeri tetangganya yang relatip lebih besar dan kuat baik dari segi wilayah maupun jumlah penduduk, yang setiap saat bisa menjadi ancaman baginya. Tetapi di Jawa, Belanda justru memecah belah Mataram agar menjadi lemah serta berusaha memadamkan bangkitnya api nasioanlisme patrotik berbasis persatuan di antara mereka.

Dan nampaknya missi Belanda ini sukses. Terbukti ketiga kerajaan pecahan Mataram itu tidak pernah bisa bersatu dan masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk bisa unggul terhadap yang lainnya. Mereka berlomba-lomba bukan untuk meraih keunggulan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Tetapi mereka berlomba-lomba untuk meraih keunggulan di bidang budaya, kesenian, dan filsafat mistik yang bersifat spekulatif.  Dapat kita mengerti bila pada abad ke-19 M, merupakan masa-masa subur dari bangkitnya kebudayaan dan kesenian Jawa.

Dalam perlombaan di bidang kebudayan, nampaknya Kraton Surakarta berada di barisan depan, baru disusul Mangkunegaran. Pada episode ini muncul pujangga-pujangga kraton Surakarta yang amat terkenal seperti Yasadipura I, Yasadipura II dan Pujangga terbesar sekaligus penutup, Rangga Warsita (1803 -1873 M). Karya Sastra Jawa yang bermutu tinggi amat produktif dihasilkan pada masa ini, tetapi sebagian besar adalah sastra suluk yang berisi tasawuf dan mistik dengan corak Islam Kejawen yang merupakan perpaduan antara mistik Hindu-Budha dan mistik Islam.

Di Surakarta juga muncul Raja-Pujangga, seperti Pakubuwono IV dan Mangkunegoro IV, yang juga menghasilkan karya sastra bermutu seperti Wulangreh (PB IV), Weda Tama dan Tri Pama ( Mangunegoro IV).

Kesultanan Yogyakarta, kemudian juga Pakualaman, di bidang kesusastraan agak tertinggal dari Surakarta dan Mangkunegaran. Akan tetapi mampu meraih keunggulan dibidang sosial kemasyarakatan. Karena, di wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Pakualaman kelak pada abad ke -20 M, lahirlah dua organisasi Pendidikan dan Kemasyarakatan yang modern yakni Muhammadiyah (1912 M) dan Tamansiswa (1922 M). Muhammadiyah didirikan dengan mendapat restu dari SHB VII, sedangkan Tamansiswa berdiri bukan hanya mendapat dukungan dari Paku Alam VII, tetapi juga didirikan oleh ksatria dari Pakualaman sendiri, Suwardi Suryaningrat. Baik Tamansiswa maupun Muhammadiyah sama-sama mengembangkan nasionalisme patriotik.

Muhammadiyah menggalinya dari ajaran Islam, sehingga corak nasionalisme bersifat patriotik Islami. Sedang Tamansiswa menggalinya dari alam gagasan kebudayan Jawa, sehingga corak nasionalismenya bersifat patriotik religius.  Baik Tamansiswa maupun Muhammadiyah menyadari pentingnya persatuan di antara sesama anak bangsa. Hanya saja strategi yang ditempuhnya bebeda. Tamansiswa bersikap nonkoperatif terhadap Pemerintah Hindia Belanda dan koperatif terhadap Pemerintah  Jepang. Sedang Muhammadiyah bersikap koperatif, baik terhadap Pemerintah Belanda maupun Jepang. Sebagian besar Kerabat Pakualaman aktif dalam organisasi Budi Utomo yang sebagian besar juga menempuh jalan koperatif terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa Pemerintahan Jepang, Ki Hadjar Dewantara dan Kiai Haji Mas Masyur bersama-sama Bung Karno dan Bung Hatta dikenal dengan sebutan Empat Serangkai yang duduk di dalam kepemimpinan PUTERA.[Bersambung]

Sabtu, 30 Juli 2016

(2) Realitas Sejarah, Tanggal 2 Mei Sebagai Hari Pendidikan Nasional (02-Tammat)





Tetapi tiba-tiba menjelang Peringatan Hari Pendidikan tanggal 2 Mei 2016, muncul sebuah tulisan dalam sebuah media sosial yang menggugat tanggal tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional. Judul tulisannya adalah,” KH.Ahmad Dahlan, Lebih Pantas Menjadi Bapak Pendidikan Nasional.”  Sang Penulis, Zahra Adonara, setelah melakukan tinjauan secara singkat riwayat Ki Hadjar Dewantara dengan Tamansiswanya, segera melakukan tinjauan riwayat KH.Ahmad Dahlan dengan sekolah Muhammadiyahnya.


“Akan tetapi yang patut dicatat, jauh-jauh hari sebelum Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, seorang putra bangsa, yang juga sama-sama berasal dari Yogyakarta telah memiliki inisiatif untuk melakukan perubahan melalui pendidikan,” tulis Sang Penulis. “Adalah KH. Ahmad Dahlan, ulama besar yang menjadi pendiri Muhammadiyah. Sebelum Muhammadiyah berdiri, tepatnya 1 Desember 1911, KH.Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Tahun 1913, didirikan sekolah Muhammadiyah di Karangkajen. Tahun 1915, didirikan sekolah di Lempuyangan, sekolah Muhammadiyah bergerak se-abad lebih melintasi zaman, kini ribuan sekolah Muhammadiyah telah berdiri di seluruh penjuru Indonesia, bahkan hingga ke manca negara. Dari perbandingan usia,  KH.Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah satu dekade lebih dulu daripada Taman Siswa dalam berjuang mengentaskan kegelapan melalui pendidikan.”


Sang Penulis melanjutkan tulisannya dengan melakukan perbandingan antara sekolah Tamansiswa dengan Muhammadiyah sbb,” Selain perbandingan usia, KH.Ahmad Dahlan melaui Muhammadiyah bila dibandingkan dengan Taman Siswa jauh memiliki efek yang lebih besar. Sekolah-sekolah Muhammadiyah telah menjangkau ke semua jenjang, melebar kesegala lapisan dan telah meluluskan jutaan alumni. Bandingkan dengan Taman Siswa yang justru semakin hari semakin kurang berkembang, data dari Kompas menyebutkan, Pada Tahun 2012 jumlah sekolah perguruan Taman Siswa tinggal 30 %nya saja, banyak sekolah yang gulung tikar. Kiprah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan tentu tak ada yang meragukan.”

Sang Penulis mengakhiri tulisannya dengan melakukan gugatan sbb,” Mengapa kemudian KH.Ahmad Dahlan tidak ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan? Pertanyaan ini seolah menjadi sejarah hitam yang selalu membungkam eksistensti Tokoh-Tokoh Islam. Seperti halnya mengapa kemudian Kartini yang ditetapkan sebagai tokoh rujukan kaum perempuan? padahal banyak tokoh-tokoh perempuan lain, khususnya yang memiliki identitas Islam lebih kuat, seperti Rasuna Said, Nyi Walidah, Cut Nyak Dien  yang tak kalah hebatnya. Sekali lagi, sejarah selalu diciptakan oleh para pemenang, mereka yang berkuasa, walaupun begitu kita tidak akan pernah lupa dengan jasa KH. Ahmad Dahlan, Bapak pendidikan yang sesungguhnya.”


Ki Hadjar Dewantara dan KH.Ahmad Dahlan.

Betapa pentingnya kita belajar sejarah. Dan, sebenarnya tidak tepat membanding-bandingkan, apalagi mengukur bobot sumbangan para Pejuang Bangsa. Baik Ki Hadjar Dewantara maupun KH.Ahmad Dahlan adalah sama-sama Pahlawan Nasional yang telah sama-sama berjasa memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia melalui bidangnya masing-masing.  Di bidang Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara melalui sekolah Tamansiswa telah memperjuangkan sistem Pendidikan Nasional sebagai suatu antitese terhadap Sistem Pendidikan Kolonial. Ki Hadjar Dewantara dengan Tamansiswa konsisten melakukan penentangan sisten Pendidikan Kolonial yang dijalankan Pemerintah Hindia Belanda antara lain dengan menempuh jalan non koperasi, menolak subsidi dari Pemerintah Hindia Belanda, dan menolak sebagai sekolah berbadan hukum sehingga dicap oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai sekolah Liar. Sekalipun dicap sebagai sekolah liar, tidak berbadan hukum, dan menolak subsidi Pemerintah Hindia Belanda, Ki Hadjar Dewantara mampu membangun sekolah Tamansiswa yang pada saat itu kualitasnya setara dengan sekolah-sekolah Pemerintah. Hal ini mudah dimengerti sebab Ki Hadjar Dewantara memang mengantongi ijazah akta guru Eropa, sehingga dinilai lebih dari kompeten untuk mewujudkan sekolah yang kualitasnya tidak kalah dengan ELS, HIS, MULO maupun AMS milik Pemerintah Hindia Belanda. Mudah dimengerti bila dalam waktu singkat sekolah Tamansiswa menyebar ke seluruh Hindia Belanda. Antara tahun 1930 – 1942 justru merupakan puncak prestasi Tamansiswa yang berada dibawah asuhan langsung Ki Hadja Dewantara.


Tentu berbeda dengan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang menempuh jalan koperasi, berbadan hukum, dan tentu saja menerima subsidi dari Pemerintah Hindia Belanda. Namun demikian gagasan pembaharuan pendidikan yang dibawakan KH.Ahmad Dahlan dengan Ki Hadjar  Dewantara dibidang pendidikan banyak persamaannya. Baik KH.Ahmad Dahlan maupun Ki Hadjar Dewantara sama-sama menggunakan model sekolah barat dalam melakukan pembaharuan pendidikan. Bedanya  Ki Hadjar Dewantara memperkaya dan memadukan sekolah model barat dengan unsur-unsur pendidikan yang terkandung dalam kebudayaan nasional yang bersumber dari tradisi etos pendidikan para priyayi dan ksatria yang dididik dilingkungan kraton dan kabupaten. Sedang KH.Ahmad Dahlan memadukan sekolah model barat dengan unsur-unsur pendidikan yang terkandung dalam ajaran Islam dan dunia pesantren.  Perbedaan lain, Ki Hadjar Dewantara meniti karir dengan menempuh pendidikan formal model barat mulai dari ELS, Kweekshool, Stovia dan Akta guru Negeri Belanda. Sedangkan KH.Ahmad Dahlan mengenyam pendidikan model pesantren dan tidak pernah memasuki sekolah model barat milih pemerintah Hindia Belanda. 


Dapat dimengerti bila pada awalnya untuk mendirikan Muhammadiyah dan sekolah-sekolah Muhammadiyah, KH.Ahmad Dahlan banyak mendapat bantuan dari tokoh-tokoh guru Budi Utomo dan Keluarga Pakualaman. KH.Ahmad Dahlan juga bergaul erat dengan KPH Suryaningrat, ayah Ki Hadjar Dewantara, kenal dekat dengan RM.Suryo Pranoto, kakak  Ki Hadjar Dewantara. Tentu saja KH.Ahmad Dahlan kenal baik dengan Pangeran Noto Dirojo, putra Paku Alam V yang sempat menjadi Ketua Budi utomo. Bahkan RM.Suryo Pranoto bersama-sama dengan Fachrudin, tokoh Muhammadiyah tangan kanan KH.Ahmad Dahlan, bersama-sama menjadi pemimpin SI (Serkat Islam ) Cabang Yogyakarta yang sama-sama gigih menentang komunisme. Akhirnya ketika Suwardi harus menjalani Pembuangan ke Negeri Belanda pada tahun 1913, Muhammadiyah bukan hanya ikut memberikan bantuan dana. Tetapi KH.Ahmad Dahlan dan Istrinya datang secara khusus menemui Suwardi Suryaningrat untuk memberikan dorongan dan doa. Semua itu menunjukkan kedekatan KH Ahmad Dahlan dengan Keluarga Paku Alaman dan Ki Hadjar Dewantara.

Baik Ki Hadjar Dewantara maupun KH.Ahmad Dahlan, telah sama-sama berjuang untuk mencapai kemerdekaan, sesuai dengan keahliannya masing-masing. Ki Hadjar Dewantara di bidang Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. KH.Ahmad Dahlam di bidang Pendidikan Islam dan Kebudayaan Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewajiban generasi penerus untuk mengisi kemerdekaan dengan melanjutkan cita-cita para pejuang bangsa.Wallahualam.(2- 05-2016)