Bab 1: Bangsa Belanda Yang Menjadi Tuan di Tanah Jajahan.
Ki Hadjar Dewantara
yang pada tahun 1913 masih bernama Suwardi Suryaningrat sempat jengkel karena
pemerintah Hindia Belanda bermaksud menyelenggarakan peringatan Seratus Tahun Kemerdekan
Negeri Belanda lepas dari penjajahan bangsa Perancis. Sebenarnya negeri kecil
yang luasnya tidak lebih besar dari Propinsi Jawa Barat ditambah Banten dan DKI
Jakarta itu, pada masa lalu bukan hanya pernah dijajah oleh Perancis. Tetapi Negeri Belanda juga
pernah dijajah Spanyol.
Bagaimana
bangsa dari Negara yang kecil yang berada di tepi Laut Utara itu bisa puluhan
tahun jadi penguasa yang digdaya di tanah jajahan?
1.
Berjuang Menjadi Bangsa Merdeka.
Ahli Sejarah dari UI
Ong Hook Ham pernah menulis bahwa Negeri Belanda yang terletak di tepi Laut
Utara dan Samudra Atlantik itu adalah suatu negara semacam Israelnya Eropa
Barat. Bangsa Belanda selama berabad-abad harus berjuang melepaskan diri dari
kekuasaan bangsa-bangsa besar
yang mengelilinginya. Bahkan pernah menjajahnya, yakni Perancis dan Spanyol.
Sampai abad ke-5 M,
Negeri Belanda masih berada di bawah Kekaisaran Romawi Kuno. Setelah Romawi Barat runtuh (1476 M), Belanda berada
di bawah kekuasan Dinasti Habsburg dari Perancis. Pada abad pertengahan,
Belanda berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Spanyol yang beragama Kristen
Katolik.
Pada awal abad ke-16 M muncul gerakan Reformasi
di Eropa Barat yang mendorong lahirnya agama Protestan. Terjadilah perang agama yang hebat
untuk menantang dominasi Kekaisaran Kepausan Eropa Barat. Paus mendapat
dukungan yang kuat dari Perancis dan Spanyol. Tetapi Kaisar Jerman akhirnya
mengakui agama Protestan. Demikian pula di Inggris muncul agama Calvijn yang
dengan cepat berkembang ke seluruh wilayah
kerajaan.
Belanda yang menjadi
Protestan terpaksa harus berperang melawan Spanyol dan menuntut kemerdekaannya,
jika tidak ingin ditindas penguasa yang membela agama Katolik. Perang
kemerdekan Belanda melawan Spanyol itu berlangsung cukup lama juga, yakni delapan
puluh tahun, hingga dikenal sebagai Perang Delapan Puluh Tahun (1568-1648 M). Pada
tahun 1648 M,
Belanda barulah memperoleh
kemerdekaannya
dari Spanyol. Maka terbentuklah Persatuan Kerajaan Belanda atau United Kingdom
Nederland, yang terdiri dari 7 Provinsi Kerajaan Belanda. Dengan demikian,
nasionalisme di Eropa Barat pada awalnya dipicu oleh gerakan reformasi
agama, yang telah melahirkan agama Protestan.
Pada tahun 1795 M Belanda diserbu Perancis dan terbentuklah Republik
Bataaf (1795-1806 M)
yang merupakan negara boneka Perancis. Raja Belanda Willem V terpaksa melarikan
diri ke Inggris. Tahun 1806 M
Napoleon menganeksasi Negeri Belanda ke dalam wilayah Perancis dan mengangkat
adiknya Louis sebagai Kepala Negara
Belanda (1806-1813 M).
Pada 1813 M Napoleon
dikalahkan pasukan Koalisi di Leipzig dan diasingkan ke Pulau Elba. Negeri
Belanda memanfatkan situasi kritis kekalahan Perancis itu dengan menyatakan
kemerdekaannya. Peristiwa yang mirip kelak akan terjadi di Hindia Belanda pada
tahun 1945. Sejak Maret 1942 Hindia Belanda diduduki Jepang. Saat Jepang
dikalahkan oleh Sekutu(1945 M),
para pejuang RI memproklamirkan kemerdekannya.
2. Berjuang Mencari Negeri Rampah-Rempah
Pada abad pertengahan
sebenarnya Negeri Belanda sudah menjadi negeri yang makmur. Bangsa Belanda mampu mengembangkan diri menjadi
bangsa kapitalis yang hidup dari perdagangan, agrobisnis dan industri kerajinan
rumah tangga. Pada saat itu Antwerpen dan Amsterdam telah berkembang menjadi
kota perdagangan, komersial dan finansial yang penting di Eropa, menyusul
London yang
sudah lebih dulu berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan.
Penilaian Ong Hook Ham
bahwa Negeri Belanda adalah Israelnya Eropa Barat
memang
ada benarnya. Karena pada akhir abad ke-15 M, tahun 1492 M, Raja Spanyol Ferdinand dan Ratu
Isabella, berhasil menaklukkan Granada, sebuah Kerajaan Islam terakhir yang
masih dapat bertahan di Semenanjung Iberia setelah Perang Salib berakhir.
Setelah Granada ditaklukkan ribuan penduduk Muslim dan Yahudi diusir dari seluruh
Spanyol. Mereka yang ingin tetap tinggal di wilayah Spanyol diberi pilihan
antara pindah agama dengan memeluk Katolik atau dijatuhi hukuman mati.
Kaum Yahudi yang
terusir dari Spanyol segera menyebar ke seluruh Eropa Barat dan dunia Islam,
khususnya wilayah Turki Usmani. Di dunia Kristen di luar Portugal dan Spanyol,
hanyalah kota-kota di Inggris dan Belanda yang memberikan toleransi kepada orang-orang Yahudi yang kebanyakan memiliki keahlian di bidang keuangan dan perdagangan.
Mereka dapat hidup nyaman, tenang dan makmur di kota Antwerpen, Rotterdam dan London,
karena di sana tidak berkembang semangat anti Semitisme. Kehadiran orang-orang
Yahudi yang ahli dalam bidang keuangan dan perdaganan inilah yang mendorong
Negeri Belanda dan Inggris berkembang menjadi negeri kapitalis yang makmur.
Tetapi berbeda dengan
Inggris yang merupakan negara merdeka. Negara dan bangsa Belanda pada abad 16
M, masih merupakan jajahan Spanyol. Rupanya bangsa Belanda mengerti juga
pentingnya persatuan. Mereka tahu juga jika bangsa Belanda bersatu, nistaya
mereka akan kuat dan mampu melawan Spanyol. Sebaliknya bila mereka tidak
bersatu, bangsa Belanda akan lemah dan mudah ditaklukkan Spanyol. Dengan
demikian bangsa Belanda mulai mengembangkan
ideologi nasionalisme berbasis persatuan. Agaknya Sang Penggagas adalah Raja Propinsi Holland, Willem Sang Pendiam.
Bisa jadi, dia adalah Founding
Father bangsa Belanda.
Maka pada pertengahan
abad 15 M, tujuh propinsi bersatu membentuk Persatuan Tujuh Propinsi Nederland
yang dipimpin States General, sebuah lembaga semacam Parlemen Nederland. Willem
Sang Pendiam diangkat menjadi Ketua States General. Mereka membuat pernyataan
politik dan menuntut agar Spanyol mengakui kemerdekaan Negeri Belanda. Tentu
saja Kaisar Spanyol menolak dan meletuslah perang antara Belanda dan Spanyol
yang berlangsung selama delapan puluh tahun (1568 – 1648 M).
Sekalipun dalam suasana
perang, ternyata Belanda mampu mengembangkan armada perdagangan laut.
Orang-orang Belanda mampu membangun galangan kapal dan membuat kapal-kapal
niaga yang dilengkapi meriam. Sejak tahun 1574 M, kapal-kapal niaga Belanda
sudah mengarungi Laut Utara dan Samudra Atlantik dan hilir mudik Amsterdam –Lisabon,
ibu Kota Portugal. Dari sana kapal-kapal niaga Belanda mengangkut rempah-rempah
ke negerinya.
Kemudian melalui kota-kota niaga di Negeri Belanda, rempah-rempah dari Hindia
itu didistribusikan ke kota-kota di Eropa Daratan, bahkan sampai ke Rusia. Saat itu rempah-rempah dari Hindia merupakan
komoditas yang memiliki nilai
jual yang tinggi. Hanya dengan memperdagangkan rempah-rempah dari tangan ke
dua, yakni dari pedagang-pedagang Portugal, pedagang-pedagang Belanda mampu
meraih keuntungan yang besar. Dengan sendirinya di Negeri Belanda muncullah kota-kota dagang yang makmur.
Pada awal Perang
Belanda-Spanyol, Portugal masih merupakan negeri merdeka dan tidak ada
hubungannya dengan Pemerintah Spanyol. Tetapi pada tahun 1580 M, terjadilah
penggabungan antara Portugal dan Spanyol. Akibat dari penggabungan ke dua
negara itu, Portugal yang semula netral dalam perang melawan Belanda, tiba-tiba
terseret dalam konfrontasi melawan Belanda.
Maka pada tahun 1594 M, kapal-kapal
niaga Belanda diboikot dan dilarang berlabuh di Lisabon.
Pada awalnya Spanyol
tidak melarang kapal-kapal niaga Belanda berlabuh di Lisabon untuk membeli
rempah-rempah. Tetapi karena Spanyol curiga keuntungan dari penjualan
rempah-rempah itu digunakan Belanda untuk membiayai perangnya dengan Spanyol,
maka pada tahun 1594 M, Spanyol mengeluarkan peraturan yang melarang
kapal-kapal Belanda berlabuh di Lisabon. Akibatnya mudah diduga. Belanda amat
terpukul dengan peraturan itu. Belanda kesulitan mendapatkan rempah-rempah yang
amat dibutuhkan oleh rumah obat, apotik dan rumah tangga masyarakat Eropa Barat
yang selama ini dipasoknya.
Harus diakui orang
Belanda memang ulet dan pantang menyerah. Mereka mulai berpikir bagaimana cara
menemukan negeri rempah-rempah. Pada saat
itu jalan menuju negeri rempah-rempah hanya diketahui oleh orang-orang Spanyol
dan Portugal. Memang Spanyol dan Portugal adalah bangsa Eropa yang pertamakali
memelopori pelayaran-pelayaran ke negeri rempah-rempah di Kepulauan Nusantara,
teristimewa Maluku.
Di tengah-tengah usaha
orang Belanda menemukan jalan laut menuju negeri rempah-rempah muncullah seorang
pelaut Belanda yang pernah bekerja di kapal Portugal. Nama pelaut Belanda itu
adalah Yan Huygen van Linschoten. Dia sempat ikut kapal Portugal berlayar
beberapa kali ke Goa dan sempat tinggal beberapa waktu di sana.
Pada tahun 1593 M, dia
pulang ke negeri Belanda kemudian menulis sebuah buku yang diberi judul :
Itenerario. Isinya melukisan
pengalamannya selama berlayar ikut kapal Portugal menuju negeri rempah-rempah
dengan melewati Ujung Tanduk Afrika Selatan. Ketika buku itu diterbitkan para pedagang
dan pelaut Belanda memberikan sambutan yang luar biasa. Pelaut Inggris ikut
menerjemahkannya buku itu ke dalama Bahasa Inggris. Dengan terbitnya Itenerario,
maka terbukalah jalan ke negeri rempah-rempah. Padahal pada saat itu, Raja
Spanyol mengeluaran peraturan yang melarang warga Spanyol dan Portugal
membocorkan rahasia jalan laut menuju negeri rempah-rempah.
Pelaut Belanda yang
pertama kali berani melakukan pelayaran perdana ke Hindia adalah Cornelis de
Houtman. Dia berlayar dari Amsterdam
pada bulan April 1595 M, dengan membawa empat buah kapal, yakni : Hollandia,
Mauritius, Amsterdam dan Duifis. Hollandia dan Mauritius memiliki bobot 230 ton
dengan dilengkapi 20 pucuk meriam. De
Houtman membawa 250 anak buah. Tetapi yang selamat sampai di Banten pada
tanggal 23 Juni 1596 M, hanyalah 100 orang. Pada tahun 1597 M, De Houtman
kembali ke Belanda dengan membawa sejumlah rempah-rempah dan barang dagangan
lainnya. Tetapi sebagian barang dagangan itu diperoleh dari hasil merampok,
terutama merampok kapal-kapal Portugal.
Memang perilaku De
Houtman kadang-kadang kasar dan licik. Dalam keadaan setengah mabok, dia pernah
menyuruh anak buahnya menembaki dengan meriam Kota Banten yang saat itu sedang
ada perayaan keagamaan. Akibatnya kapal-kapal Belanda itu diserbu tentara keamanan Kerajaan Banten.
De Houtman dan sejumlah anak buahnya dipenjarakan. Tetapi akhirnya penguasa
Banten Mangkubumi Jayanegara melepaskannya
setelah mereka membayar denda sebanyak 45.000 gulden. Kapal-kapal Belanda itu
segera diusir dari Banten. Kelak
akibat kesombongannya, nyawa De Houtman
harus melayang di perairan Pantai Aceh, pada pelayaran ke duanya ke
Hindia Timur. Barang dagangan yang berhasil diangkut
De Houtman dalam pelayaran perdananya itu hanyalah 245 karung lada, 45 ton pala,
dan 30 bal bunga pala. Tetapi karena sebagian besar barang hasil rampasan, De
Houtman mampu meraih laba sebesar 87.000 gulden.
Sejak suksesnya
pelayaran De Houtman, berturut-turut tiap tahun negeri Belanda mengirimkan
ekspedisi kapal-kapal dagangnya. Kapten Johan van Neck, berlayar pada tahun
1598 M dan kembali pada tahun 1599 M. Kali ini Johan van Neck tampil lebih
sopan dibanding De Houtman. Hasilnya, disamping mengantongi laba 400 %, dia
juga berhasil mengantongi ijin dari penguasa Banten untuk membangun loji dan
gudang guna menyimpan barang dagangannya. Pelayaran yang juga membawa sukses
terjadi pada tahun berikutnya di bawah pimpinan Pieter Booth. Dia pertamakali
berlayar tahun 1599 M, dengan biaya dari Brabant Company. Rupanya hasil-hasil yang diraih dari
pelayaran Pieter Booth ini, menarik perhatian seorang pengusaha Belanda Johan
van Oldenbelneverd dan memberinya ilham
untuk mendirikan perusahaan dagang VOC ( Vereenigde Oost Indische Compagnie)
atau Persatuan Perusahaan Dagang Hindia Timur. Perusahaan ini dipimpin oleh
tujuh belas direktur yang berasal dari tujuh belas perusahaan pelayaran Belanda
yang meleburkan dirinya menjadi satu. Ketujuhbelas direktur VOC itu disebut
sebagai Tujuh Belas Direktur yang Dimuliakan atau The Seventeen Heeren. Modal
awal pendirian VOC adalah 6,5 juta gulden.
VOC didirikan dengan
mendapat pengesahan dari Parlemen Belanda atau States General dan memiliki
hak-hak sbb :
(1) Boleh
membuat perjanjian dengan raja-raja Hindia Timur atas nama Pemerintah Belanda. (2) Boleh
membangun kota, benteng dan kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat yang
diperlukan. (3)Boleh
membentuk serdadu sendiri, mencetak uang dan mengangkat pegawai sendiri.
Dari hak-hak istimwa
yang dimiliki VOC tersebut di
atas
dapat disimpulkan bahwa tujuan VOC tidak hanya berdagang. Tetapi juga
menegakkan monopoli dan melakukan penaklukan-penaklukan guna membangun tanah
jajahan, khususnya di negeri rempah-rempah. Itulah sebabnya armada kapal dagang
Belanda dilengkapi dengan sejumlah meriam.
Berdagang, tetapi dengan membawa meriam.
Pieter Booth yang
sukses dalam pelayaran perdananya,
diangkat menjadi Gubernur Jendral VOC yang pertama. Usaha untuk menemukan
negeri rempah-rempah telah berhasil. Kini Belanda mulai mengembangkan rencana
jangka panjang untuk menjadi Gusti atau Tuan yang paling berkuasa di negeri
rempah-rempah agar bisa menegakkan monopoli perdagangan yang akan memberikan
jaminan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Dengan demikian perjalanan sejarah bangsa Belanda melewati
jalan yang unik dan kontroversial. Dari suatu bangsa yang berjuang untuk
mencapai kemerdekaan dan melepaan diri dari penjajahan Spanyol, menjadi
suatu bangsa yang berusaha menjajah
bangsa-bangsa di Hindia Timur agar dapat menjadi Gusti dari negeri rempah-rempah
yang kaya dan makmur. Kontroversi yang lainnya ialah, di satu pihak bangsa
Belanda sendiri mengembangkan nasionalisme patrotik di dalam negerinya dengan menggalang persatuan di bidang
politik yaitu dengan mempersatukan tujuh
buah propinsi menjadi satu kesatuan dan persatuan di bidang ekonomi yaitu
dengan membentuk VOC. Tetapi di lain pihak,
di tanah jajahan, Belanda mengembangkan ideologi yang memecah belah baik secara
politik maupun ekonomi, serta
menghalang-halangi lahirnya nasionalisme patriotik. Bukan hanya dibidang politik,
tetapi juga dibidang ekonomi dan sosial budaya.
3.Menjadi
Gusti di Negeri Rempah-Rempah.
Dari pengalaman
bertempur melawan Spanyol dan Portugal selama puluhan tahun, baik di darat
maupun di laut, membuat armada perang Belanda menjadi armada yang tangguh.
Kapal-kapal Belanda di samping memiliki
konstruksi yang kukuh juga dilengkapi dengan sejumlah meriam, alat-alat
pelempar batu dan tali-temali yang rumit yang memang sengaja disiapkan untuk
menghadapi pertempuran laut.
Kekuatan armada Belanda
pada jaman itu, jelas bukan tandingan kekuatan-kekuatan penguasa lokal. Armada
Belanda yang merangkap sebagai kapal dagang dan juga kapal perang, bukan hanya
unggul dalam bidang teknik persenjataan terhadap kekuatan-kekuatan lokal di
negeri repah-rempah. Mereka juga unggul dari sisi manajemen birokrasi, bisnis, perdagangan, personalia, keuangan,
perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, serta taktik dan strategi
peperangan.
Satu-satunya musuh yang
dianggap berat oleh Kumpeni
untuk menegakkan monopoli perdagangan di Hindia Timur adalah sesama petualang bangsa
Eropa, yakni kekuatan Portugal, Spanyol dan Inggris. Pieter Both bersama armadanya berangkat untuk yang ke dua kalinya dari
negeri Belanda pada tahun 1605 M.
Tiba di Kepulauan Maluku segera membangun
pangkalannya sebagai tempat berpijak.
Pada tahun 1610 M, beberapa kali terlibat baku hantam dengan Portugal dan
Spanyol. Di Maluku Portugal sudah bercokol hampir satu abad. Tetapi pendatang
baru Belanda berhasil mengusir kekuatan Portugal dan Spanyol keluar dari Maluku.
Ambon dan Banda, pulau terbesar, segera diduduki Belanda dan Pieter Both
membangun benteng dan markas besarnya. Dalam waktu relatip singkat, Belanda
sudah mampu menegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku.
Konsep monopoli dalam
perdagangan yang dijalankan negera-negara Barat sebenarnya sejalan dengan
ajaran Merkantislisme di bidang ekonomi yang dianut negara-negara Eropa pada
abad 17 -18 M. Tujuan monopoli adalah menekan harga pembelian produk serendah-rendahnya
dan menjual produknya di pasaran internasional dengan harga setinggi-tingginya,
agar dengan demikian diperoleh keuntungan yang maksimal.
Oposisi dan perlawanan
terhadap kebijakan monopoli perdagangan Kumpeni,
juga muncul dari penduduk dan penguasa lokal. Terhadap gerakan oposisi ini, Kumpeni
bertindak tegas dan brutal. Puluhan pohon cengkeh dan pala di Banda dan
pulau-pulau lainnya ditebangi dan dibakar. Hanya beberapa saja yang disisakan,
dengan maksud agar tidak terjadi over produksi sehingga harga tetap tinggi.
Orang-orang Banda yang
protes, melawan dan memberontak segera
ditangkap, ditumpas habis. Sebagian besar mati terbunuh dan yang hidup
dijadikan budak. Tercatat dalam sejarah
hitam Kumpeni di Maluku, lebih dari 15.000 orang Banda dan Maluku hilang dan
meninggal akibat kekejaman dan kebrutalan Kumpeni untuk menegakkan ambisinya
menjadi Gusti yang dipertuan di negeri rempah-rempah. Tindakan kekerasan besar-besaran itu terjadi pada tahun 1621 M di
pulau Banda, dilakukan oleh Jan Pieterzoon Coen, pengganti Pieter Both. Ribuan
penduduk Banda yang tak berdosa menjadi korban pembunuhan massal dan dijual
sebagai budak ke Batavia.(bersambung)
Artikel Lanjutan :
https://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/08/2-jejak-jejak-nasionalisme-ki-hadjar.html
Artikel Lanjutan :
https://wwwtamansiswa.blogspot.co.id/2016/08/2-jejak-jejak-nasionalisme-ki-hadjar.html